Minggu, 10 November 2013

KERANGKA TEORI MAKRO EKONOMI

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
A.   Tinjauan Pustaka
1.            Pendapatan Nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh faktor produksi yang digunakan untuk memproduksikan barang dan jasa dalam suatu tahun tertentu. Pendapatan nasional juga dapat diartikan sebagai nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu negara             ( Sukirno, 2008 )       
2.              Perhitungan pendapatan nasional akan memberikan perkiraan tentang nilai seluruh produksi yang tercipta dalam suatu negara dalam satu tahun tertentu, yang merupakan ukuran dasar dari kinerja suatu perekonomian. Pendapatan Nasional (dilihat dari sisi pendapatan) atau Produksi Nasional ( jika dilihat dari sisi produksi ) merupakan suatu angka (dinyatakan dalam satuan mata uang) yang mencerminkan nilai seluruh hasil kegiatan ekonomi di suatu negara tertentu selama periode tertentu (biasanya selama satu tahun).
            Ada tiga metode atau pendekatan yang digunakan untuk menghitung Pendapatan Nasional, yaitu:
1.    Metode Produksi (Production Approach)
2.    Metode Pendapatan (Income Approach)
3.    Metode Pengeluaran (Expenditure Approach)
A.     Metode Produksi (Production Approach)
Perhitungan pendapatan nasional menurut metode ini didasarkan atas jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Metode ini sangat memungkinkan terjadinya perhitungan ganda (double accounting).
Untuk menghindari perhitungan ganda tersebut, ada dua cara yang digunakan yaitu, menghitung nilai akhir atau dengan cara menghitung nilai tambah dari setiap tahapan proses produksi dimana hasil yang diperoleh dari kedua cara tersebut harus menghasilkan nilai yang sama.
Perhitungan dengan menggunakan nilai akhir akan dilakukan dengan hanya menghitung nilai rupiah dari produk akhir. Sedangkan perhitungan dengan menggunakan nilai tambah, dilakukan dengan menjumlahkan nilai tambah yang dihasilkan oleh tiap produsen (nilai tambah adalah selisih antara nilai jual dari setiap produsen dengan biaya material antara).
B.     Metode Pendapatan (Income Approach)
Nilai seluruh produksi dalam perekonomian diperoleh dengan menjumlahkan pendapatan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi, yaitu pendapatan dari tenaga kerja, modal, tanah, dan keahlian dan keusahawanan (enterpreneurship).
Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi memperoleh balas jasa yang akan diterima oleh pemiliknya berupa sewa, upah dan gaji, dan laba / keuntungan pengusaha. Perusahaan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang kemudian dijual kepada masyarakat, dan masyarakat membeli barang-barang dan jasa-jasa dari hasil penjualan faktor-faktor produksi yang dimilikinya tersebut. Perputaran kegiatan perekonomian antara produsen sebagai penghasil barang-barang dan jasa-jasa serta sebagai pembeli faktor-faktor produksi dengan masyarakat sebagai pembeli barang-barang dan jasa-jasa serta sebagai penjual faktor produksi.
C.     Metode Pengeluaran (Expenditure Approach)
Menghitung pendapatan nasional dengan cara menjumlahkan seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh sektor-sektor ekonomi, yaitu pengeluaran sektor rumah tangga, sektor perusahaan, sektor pemerintah dan sektor luar negeri. Dengan pendekatan ini, jumlah seluruh pengeluaran sektor-sektor ekonomi disebut sebagai Pendapatan Domestik Bruto (PDB) atau yang lebih dikenal sebagai Gross Domestic Product (GDP).
       (Jamil, 1992 )
3.    Berikut adalah beberapa konsep pendapatan nasional :
Produk Domestik Bruto (GDP)
Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.
Produk Nasional Bruto (GNP)
Produk Nasional Bruto (Gross National Product) atau PNB meliputi nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara (nasional) selama satu tahun
Produk Nasional Neto (NNP)
Produk Nasional Neto (Net National Product) adalah GNP dikurangi depresiasi atau penyusutan barang modal (sering pula disebut replacement).
Pendapatan Nasional Neto (NNI)
Pendapatan Nasional Neto (Net National Income) adalah pendapatan yang dihitung menurut jumlah balas jasa yang diterima oleh masyarakat sebagai pemilik faktor produksi.
Pendapatan Perseorangan (PI)         
Pendapatan perseorangan (Personal Income)adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap orang dalam masyarakat, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan kegiatan apapun.
Pendapatan yang siap dibelanjakan (DI)
Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi investasi. ( Wikipedia, 2011 )
4.    Penghitungan PDB di Indonesia
Biro Pusat Statistik (BPS) di Jakarta bertugas menghitung dan mengeluarkan angka-angka PDB serta beberapa rekening pendapatan dan pengeluaran nasional lainnya. Penghitungan yang dilakukan pada dasarnya sebagai berikut:
a.      Dalam penghitungannya dibedakan menurut 11 lapangan usaha, yaitu: Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Pertambangan, Penggalian, dan, Industri Pengolahan, Listrik, Gas, dan Air Minum, Bangunan, Perdagangan, Pengangkutan dan Komunikasi, Bank dan Lembaga Keuangan, Sewa Rumah, Pemerintahan dan Jasa-jasa. Untuk masing-masing lapangan usaha dilakukan penghitungan PDB dengan menggunakan pendekatan produk atau pendekatan pendapatan.
b.      Penghitungan PDB dilakukan pada harga berlaku serta menurut harga konstan pada suatu tahun tertentu.
c.      PDB selama beberapa tahun baik pada harga berlaku maupun pada harga konstan.
d.      Sejak tahun 1970, penghitungan PDB diperluas lagi penghitungannya dengan penghitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk daerah tingkat I (propinsi). Bahkan telah pula dihitung produk domestik regional bruto pada beberapa daerah tingkat II yaitu kabupaten dan kotamadya.
( Wijaya, 1990 )
B. Kerangka Teori
Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode,biasanya selama satu tahun. Dengan mengadakan akuntansi penghgitungan pendapatan nasional kita dapat mengukur produksi dalam suatu perekonomian pada saat tertentu dan menganalisis faktor- faktor penyebabnya. Selanjutnya dengan membandingkan rekening pendapatan nasional sepanjang periode waktu tertentu maka dapat diketahui arah pertumbuhan ekonomi suatu negara. PDB menunjukkan nilai seluruh output atau produk dalam perekonomian suatu negara.
PDB adalah jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Dalam penghitungannya dibedakan menurut 11 lapangan usaha, yaitu: Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Pertambangan, Penggalian, dan, Industri Pengolahan; Listrik, Gas, dan Air Minum, Bangunan, Perdagangan, Pengangkutan dan Komunikasi, Bank dan Lembaga Keuangan, Sewa Rumah, Pemerintahan dan Jasa-jasa. Untuk masing-masing lapangan usaha dilakukan penghitungan PDB dengan menggunakan pendekatan produk atau pendekatan pendapatan.















BAB III
DATA DAN PEMBAHASAN
            Indonesia memiliki berbagai sektor penting yang mampu menghasilkan devisa yang cukup besar yang mampu mendorong peningkatan pendapatan nasional. Sektor penting tersebut, diantaranya: sektor pertanian, sektor kehutanan, sektor industri, sektor pertambangan, sektor telekomunikasi, sektor perikanan, dan lain sebagainya. Berbagai sektor tersebut harus dimanfaatkan dengan optimal agar pendapatan nasional tetap terjaga kontinuitasnya.
1.    Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan
Nilai Produk Domestik Brutto (PDB) Dari hasil pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan atas dasar harga konstan 2000 adalah sebesar 284,6 Triliun pada tahun 2008 dan 296,4 Ttriliun pada tahun 2009 atau mengalami pertumbuhan sebesar 4,1 persen.Berdasarkan data-data yang penulis peroleh, untuk keseluruhan tahun 2008, sektor pertanian tumbuh sebesar 4,8%, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tahun lalu yang sebesar 3,4%. Kinerja sektor pertanian masih ditopang oleh subsektor perkebunan dan tanaman bahan makanan. Kinerja sektor pertanian yang membaik terutama disebabkan oleh membaiknya produktivitas subsektor tanaman bahan makanan yang bersumber dari peningkatan produksi pertanian selama tahun 2008 terutama di wilayah Jawa dan Sumatera. Disamping itu, kinerja sektor pertanian tersebut didukung oleh tingginya permintaan ekspor subsektor perkebunan terutama kelapa sawit pada paruh pertama tahun 2008 di Sumatera dan Kalimantan. Pada paruh kedua 2008, pertumbuhan subsektor perkebunan melambat terutama terkait dengan turunnya permintaan ekspor dan menurunnya harga komoditas perkebunan. Peranan Sektor Pertanian terhadap PDB Indonesia tahun 2009 tumbuh dari 14,5 persen menjadi 15,3 persen sehingga sektor pertanian berada pada ranking kedua yang memiliki kontribusi terhadap PDB setelah sektor industri pengolahan.
Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar dalam pengembangan agribisnis bahkan dimungkinkan akan menjadi leading sector dalam pembangunan nasional. Potensi agribisnis tersebut. Dalam Pembentukan Produk Domestik bruto , sektor agribisnis merupakan penyumbang nilai tambah (value added) terbesar dalam perekonomian nasional, diperkirakan sebesar 45 persen total nilai tambah.
Sektor kelautan dan perikanan selama ini diketahui sebagai salah satu sektor di Tanah Air yang potensial dikembangkan untuk kesejahteraan masyarakat. Betapa tidak, pada sektor terkandung sumber daya hayati berlimpah yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Menyadari potensi tersebut, pemerintah, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berupaya memajukan bidang kelautan dan perikanan. Data KKP(Kementrian Kelautan dan Perikanan) menunjukkan produksi perikanan nasional mencapai 9,68 persen per tahun, dengan kontribusi pertumbuhan budi daya sebesar 19,56 persen dan perikanan tangkap sebesar 2,78 persen. Hingga akhir 2010, kontribusi produk domestik bruto (PDB) sektor perikanan terhadap PDB nasional mencapai 3,14 persen atau setara 148,16 triliun rupiah.  Pada tahun 2011 ini, kontribusi PDB perikanan terhadap PDB nasional tanpa migas diharapkan meningkat menjadi 3,5 %. Sedangkan target produksi perikanan tahun 2011 dipatok 12,26 juta ton. Perikanan budidaya diharapkan menyumbang 6,85 juta ton dari jumlan tersebut. Nilai ekspor hingga akhir tahun 2010 diperkirakan mencapai USD 2,66 miliar atau naik 8,05  % dari nilai tahun 2009 yang sebesar USD 2,46 miliar, meskipun KKP tahun 2010 menargetkan ekspor sebesar USD 2,9 miliar atau baru terealisasi sebesar 91,89 %. Disamping mengalakan pasar ekspor, KKP juga secara terus-menerus meningkatkan konsumsi ikan nasional melalui kegiatan Gerakan Makan Ikan Nasional (Gemarikan). Hal ini ditempuh dalam upaya meningkatkan kecerdasan masyarakat dengan mengkonsumsi ikan, disamping meningkatkan penyerapan produksi perikanan yang telah dilakukan KKP. Hasilnya, pada tahun 2010, tingkat konsumsi ikan nasional mengalami kenaikan sebesar 4,78 %, yaitu dari sebesar 29,08 kg/kapita/tahun pada tahun 2009 meningkat menjadi 30,47 kg/kapita/tahun pada tahun 2010.
Sub sektor peternakan mempunyai peran yang sangat strategis dalam agroindustri nasional, karena terbukti bahwa permintaan produk peternakan terus meningkat setiap tahun. Hal ini tentunya seiring dengan pertambahan penduduk yang mencapai 1,4%/tahun dan perkembangan perekonomian nasional. Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) mencatat, PDB sub sektor peternakan mencapai Rp.35,5 trilyun (atas dasar harga konstan) pada tahun 2009 yang secara konsisten meningkat dari tahun 2004-2008 sebesar 2,45%/tahun. Hal ini memang masih dibawah rata-rata pertumbuhan nasional yang mencapai 6% pada tahun 2010. PDB sub sektor peternakan memberikan kontribusi terhadap 12,5% terhadap PDB sektor pertanian, dimana share sektor pertanian terhadap PDB nasional sebesar 13,7%.
Sejak tahun 2005 subsektor kehutanan hanya menyumbang 1% terhadap PDB, dan bahkan tahun 2009 menurun, hanya sebesar 0,8%. Kecilnya kontribusi subsektor kehutanan terhadap PDB ini disebabkan karena hanya dihitung dari komoditi primer, yaitu kayu log, rotan, jasa kehutanan, dll. Sementara itu, berdasarkan PP No.6 tahun 2007 jo. PP No.3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan, cakupan binaan Kementerian Kehutanan meliputi hasil produk primer kehutanan sampai industri kehutanan seperti industri penggergajian kayu, industri kayu lapis, panel kayu dan veneer. Sampai saat ini, penyajian Nilai Tambah Bruto Industri Kehutanan di PDB masih tergabung didalam subsektor Industri Pengolahan Migas. Di samping itu, ada diantaranya hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan yang masih perlu dielaborasi untuk menjadi bagian akun subsektor kehutanan yang dapat memberikan kontribusi terhadap PDB.  Tentu saja hal tersebut menjadi penting untuk dicatat sebagai pendapatan subsektor kehutanan yang berasal dari sumber non-kayu. Di sisi lain sangat diyakini juga bahwa kehutanan memiliki multflier effects yang memiliki peran besar terhadap perkembangan sub sektor lain yang selama ini tidak direpresentasikan dalam PDB sebagai kontribusi lain dari sub sektor kehutanan kepada sektor-sektor lainnya.  Dengan demikian maka diduga nilai kontribusi sub sektor kehutanan terhadap perekonomian nasional seharusnya jauh lebih besar dari  hanya nilai yang saat ini disajikan dalam PDB nasional sehingga memiliki nilai penting dan strategis dalam pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan dalam PDB dan sebagai sumber pengganda kepada sektor lain.  
2.    Sektor Industri
Memasuki era globalisasi dan perkembangan teknologi informasi, setiap negara dituntut untuk memperkuat pilar-pilar perekonomiannya. Perindustrian sebagai salah satu pilar ekonomi, yang dalam hal ini berkontribusi menyumbang PDB harus kuat. Sejak tahun 1967 hingga 2004, perekonomian Indonesia mengalami perubahan struktur yang sangat signifikan. Peranan sektor industri terhadap PDB meningkat dari 7,3% menjadi 28,1%. Hal ini diiringi dengan penurunan kontribusi sektor pertanian terhadap PDB dari 53,9% menjadi 14,3%. Tidak diragukan lagi bahwa Indonesia sudah masuk ke fase industrialisasi hingga tahun 2004. Namun sejak 2004 hingga 2009, kontribusi sektor industri terhadap PDB semakin menunjukkan tren penurunan. Departemen Perindustrian RI melaporkan bahwa kontribusi sektor industri terhadap PDB menurun dari 28,1% menjadi 27,34%. Tidak hanya itu, sektor industri semakin menunjukkan pertumbuhan minus, dari 6,38% di tahun 2004, menjadi 4,60%; 4,59%; 4,67%; 3,66%; dan 2,31% pada tahun 2009. Melihat kenyataan ini, banyak pengamat ekonomi mengindikasikan terjadinya “deindustrialisasi”. Hal ini juga ditunjukkan dengan penurunan kapasitas terpasang industri dari 80% menjadi 60%, penurunan jumlah unit usaha industri skala sedang dan besar, dan penurunan signifikan dari indeks produksi industri sedang dan besar. Deindustrialisasi yang terjadi semakin diperparah dengan sejumlah perdagangan bebas yang diikuti oleh Indonesia, seperti ASEAN – China Free Trade Agreement (ACFTA), Indonesia – Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA), dan lainnya. United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) melaporkan bahwa China menduduki posisi pertama dalam kinerja industri di Asia Timur dan Tenggara, sedangkan Indonesia pada urutan ke-38. Tidak hanya itu, pertumbuhan nilai ekspor dan impor Indonesia dalam lima tahun terakhir tercatat 11,50% berbanding 24,47%. Memang tidak semua cabang industri mengalami deindustrialisasi. Namun, gejala umum menunjukkan bahwa walaupun tidak semua, industri yang mengalami deindustrialisasi jauh lebih banyak dibandingkan yang tidak mengalami deindustrialisasi. Tabel berikut adalah laju pertumbuhan industri 2004 – 2009. Data ini diambil dari Badan Pusat Statistik RI. Kita dapat melihat mana bahwa hanya industri barang kayu dan hasil hutan yang menunjukkan gejala pertumbuhan, yaitu terus menanjak dari -2,07% sampai 2,44%. Industri alat angkut, mesin, dan peralatan mengalami pertumbuhan konstan, yaitu sekitar 9,7% dalam beberapa tahun tersakhir.
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi_nqNyCTmmVeaDP6UoAR2ontmaT53kCGzFQXW-GMDm-jzW5JKcSLXLqbUTrjt-LnNaF0tMb40fhOqXcmGWL1llGNMdmVWHUHTD_RFVuwdjTuTB1gWbfNKiknYAmJk9AKXlTzqRTOJKzN8/s320/Sektor+Industri.JPG
Sisanya, mayoritas cabang industri mengalami penurunan. Industri makanan, minuman, tembakau, tekstil, barang kulit, alas kaki, kertas, barang cetakan, pupuk, kimia, barang dari karet, semen, barang galian non logam, logam dasar, besi, baja, dan lainnya.
Pada akhir 2009, nilai impor Indonesia mencapai USD 10.299.947.949. Nilai ini sedikit menurun di awal 2010, yaitu sekitar USD 9.490.458.938. Namun, mulai naik kembali pada Maret 2010, hingga pada Juli, nilai impor telah mencapai sekitar USD 12.625.936.08Tidak hanya itu, pada tahun 2008, neraca perdagangan Indonesia dan China mengalami lonjakan balik yang drastis, mengakibatkan terjadinya defisit bagi Indonesia sebesar USD 3,6 miliar. Padahal di tahun sebelumnya, Indonesia masih memiliki nilai surplus USD 1,1 miliar. Lebih mengejutkan lagi apabila kita melihat defisit perdagangan produk non migas Indonesia meroket dari USD 1,3 miliar di tahun 2007 menjadi USD 9,2 miliar di tahun 2008 (terjadi lonjakan sekitar 600%). Antara Januari hingga Oktober 2009, defisit serupa telah mencapai USD 3,9 miliar.
3.    Sektor Pertambangan
Dalam situasi krisis global pada beberapa tahun terakhir ini, Indonesia boleh berbangga dengan tetap meraih pertumbuhan ekonomi positif sekitar 4% di tahun 2009. Sektor mineral dan batubara merupakan salah satu industri berbasis sumber daya alam yang dapat diharapkan akan memberikan kontribusi cukup signifikan. pertambangan umum hingga September 2010 telah memberikan kontribusi sebesar Rp 13 triliun untuk realisasi penerimaan negara bukan pajak (PBNP). Itu artinya, pemerintah telah memenuhi target sekitar 85 persen dari proyeksi PNBP sektor pertambangan umum dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara -Perubahan (APBN-P) 2010, yakni sebesar Rp 15,2 triliun.
4.    Sektor Pariwisata
Kita pernah mengalami masa emas perkembangan pariwisata. Pada Tahun 1995, sektor pariwisata sempat menjadi sektor penghasil devisa terbesar, dengan perolehan devisa sekitar 15 milyar dollar AS, ketika ekspor kayu, tekstil, dan migas mengalami penurunan. Namun pasca tahun 1998, sektor ini mengalami penurunan yang cukup signifikan sebagai dampak gejolak sosial politik dalam negeri, sehingga kunjungan wisatawan manca negara menurun drastis. Selain itu, peristiwa terorisme, Flu Burung, dan gangguan keamanan dalam negeri, turut berimplikasi terhadap menurunnya jumlah wisatawan mancanegara, termasuk adanya kebijakan travel warning dari beberapa negara untuk berkunjung ke Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada Tahun 2010, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia dari 20 pintu masuk, sejumlah 7 juta jiwa (naik sekitar 10,74 % dibandingkan tahun sebelumnya), dengan rata-rata tinggal selama 7-8 hari dan rata-rata pengeluaran sejumlah kurang lebih 995 US$ (tahun 2009). Data ini menunjukkan bahwa dalam perspektif pembangunan nasional, sektor pariwisata memiliki kontribusi bermakna bagi peningkatan Pendapatan Domestik Bruto (PDB), terutama bila dikaitkan dengan Sektor Perhotelan Dan Restoran.
Kerjasama sinergis antara Pemerintah Daerah, pihak swasta, dan masyarakat dalam mengembangkan sektor pariwisata di daerah, agar dapat terwujud manajemen kepariwisataan yang baik pada seluruh bidang pendukung, sehingga dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap daya tarik wisatawan, yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan asli daerah, pendapatan masyarakat, dan berkontribusi pula terhadap peningkatan devisa negara.
Industri pariwisata memberikan dampak positif terhadap perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari kontribusi pariwisata terhadap PDB nasional dan daya serap lapangan kerja di sektor industri pariwisata. Data Depbudpar menunjukkan, bahwa kontribusi pariwisata terhadap PDB nasional terus meningkat sejak tahun 2004 sampai 2007. Pada tahun 2004 kontribusi pariwisata terhadap PDB nasional sebesar Rp 113,78 triliyun atau 5,01 persen dari total PDB Rp 2.273,14 triliyun. Pada tahun 2005 kontribusi pariwisata meningkat menjadi Rp 146,80 triliyun atau 5,27 persen dari total PDB nasional Rp 2.784,90 triliyun. Pada tahun 2006 meningkat menjadi Rp 143,62 triliyun atau 4,30 persen dari total PDB Rp 3.339,50 triliyun. Sementara pada tahun 2007, persentase kontribusi pariwisata turun tipis menjadi 4,29 persen bila dibandingkan dengan total PDB nasional, meskipun jumlah kontribusi pariwisata tetap naik dari tahun sebelumnya menjadi Rp 169,67 triliyun.
Adapun kontribusi pariwisata menciptakan lapangan kerja mengalami pasang surut. Pada tahun 2004, kontribusi pariwisata terhadapa lapanga kerja sebanyak 8,49 juta orang atau 9,06 persen dari total lapangan kerja nasional. Pada tahun 2005 kontribusi pariwisata turun menjadi 6,55 juta orang, atau 6,97 persen dari total lapangan kerja nasional sebesar 93,96 juta orang. Pada tahun 2006 kembali turun menjadi 4,41 juta orang, atau 4,65 persen dari total lapangan kerja kerja. Namun pada tahun 2007 kembali meningkat menjadi 5,22 juta orang atau 5,22 persen dari total lapangan kerja sebesar 99,93 juta orang.















Berikut ini data Produk Domestik Bruto Triwulanan Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (triliun rupiah), 2010-2011.


LAMPIRAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar