Jumat, 19 April 2013

PENGERTIAN MANAJEMEN


MANAGEMENT definition


NAMA: AMIN SINARJO
NIM:      F31111008
PRODI : Pend. Ekonomi
M.K      :Pengantar Ilmu Menejemen.
DOSEN: Endang Purwanigsih

Tugas individu.
1.      Pengertian menajemen menurut para ahli serta kesimpulan menurut individu?
a.       Menurut Dr. SP. SIAGIAN dalam buku ‘’filsafat administrasi” management dapat didefinisikan sebagai  kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui orang lain.
dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa management merupakan inti daripada administrasi karena memang management merupakan alat pelaksana utama daripada adminsitrasi.

b. Menurut Prof. Dr. H. ARIFIN ABDULRACHMAN dalam buku “KERANGKA POKOK-POKOK MANAGEMENT” Dapat diartika :
a.kegiatan-kegiatan/aktivitas-aktivitas;
b.proses, yakni kegiatan  dalam  rentetan  urutan-urutan
c.insitut/ orang – orang yang melakukan kegiatan atau proses kegiatan
c. Menurut James A.F. Stonner :
manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan danpengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan”.
jadi dapat disimpulkan manajemen adalah proses kegiatan dengan melalui orang lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu serta dilaksanakan secara berurutan berjalan ke arah suatu tujuan.
d. Kimball and Kimball (1951)”management embraces all dities and function that pertain to the provicion of necessary is to operate and the selection of the principal office “( manajemen terdiri dari semua tugas dan fungsi yang meliputi penyusunan sebuah perusahaan, pembiayaan, penetapan garis-garis besar kebijaksanaa,penyediaan semua peralatan yang diperlukan dan penyusunan kerangka organisasi serta pemilihan para pejabat terasnya.
Jadi kesimpulan dari defenisi-defenisi diatas adalah:
Menejemen adalah suatu proses pendaya gunaan sumber-sumber ekonomi(SDM/SDA)yang di susun berdasarkan lini (top, middle, lower, dan worker)dan metode:
(pendekatan,pengawasan,penempatan dan perencanaan) dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (Amin sinarjo Sai).

2.      Prinsip menajemen dan pengertian!

A.       PEMBAGIAN TUGAS (DIVISION OF WORK)

Pembagian kerja harus disesuaikan dengan kemampuan dan keahlian sehingga pelaksanaan kerja berjalan efektif.Oleh karena itu, dalam penempatan karyawan harus menggunakan prinsip the right man in the right place.
Pembagian kerja harus rasional atau objektif, bukan emosional subyektif yang didasarkan atas dasar like and dislike.
Dengan adanya prinsip orang yang tepat ditempat yang tepat (the right man in the right place) akan memberikan jaminan terhadap kestabilan, kelancaran dan efesiensi kerja. Pembagian kerja yang baik merupakan kunci bagi penyelengaraan kerja.kecerobohan dalam pembagian kerja akan berpengaruh kurang baik dan mungkin menimbulkan kegagalan dalam penyelenggaraan pekerjaan, oleh karena itu, seorang manajer yang berpengalaman akan menempatkan pembagian kerja sebagai prinsip utama yang akan menjadi titik tolak bagi prinsip-prinsip lainnya.

B.        WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB (AUTHORITY AND RESPONSIBILITY)

Setiap karyawan dilengkapi dengan wewenang untuk melakukan pekerjaan dan setiap wewenang melekat atau diikuti pertanggungjawaban.Wewenang dan tanggung jawab harus seimbang.Setiap pekerjaan harus dapat memberikan pertanggungjawaban yang sesuai dengan wewenang.Oleh karena itu, makin kecil wewenang makin kecil pula pertanggungjawaban demikian pula sebaliknya.
Tanggung jawab terbesar terletak pada manajer puncak.Kegagalan suatu usaha bukan terletak pada karyawan, tetapi terletak pada puncak pimpinannya karena yang mempunyai wewemang terbesar adalah manajer puncak.oleh karena itu, apabila manajer puncak tidak mempunyai keahlian dan kepemimpinan, maka wewenang yang ada padanya merupakan bumerang.

C.         DISIPLIN (DISCIPLINE)

Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap pekerjaan yang menjadi tanggung jawab.Disini berhubungan erat dengan wewenang. Apabila wewenang tidak berjalan dengan semestinya, maka disiplin akan hilang. Oleh karena ini, pemegang wewenang harus dapat menanamkan disiplin terhadap dirinya sendiri sehingga mempunyai tanggung jawab terhadap pekerajaan sesuai dengan wewenang yang ada padanya.

D.        KESATUAN PERINTAH (UNITY OF COMMAND)

Dalam melakasanakan pekerjaan, karyawan harus memperhatikan prinsip kesatuan perintah sehingga pelaksanaan kerja dapat dijalankan dengan baik. Karyawan harus tahu kepada siapa ia harus bertanggung jawab sesuai dengan wewenang yang diperolehnya. Perintah yang datang dari manajer lain kepada serorang karyawan akan merusak jalannya wewenang dan tanggung jawab serta pembagian kerja.

E.         KESATUAN PENGARAHAN (UNITY OF DIRECTION)

Dalam melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya, karyawan perlu diarahkan menuju sasarannya.Kesatuan pengarahan bertalian erat dengan pembagian kerja.Kesatuan pengarahan tergantung pula terhadap kesatuan perintah.Dalam pelaksanaan kerja bisa saja terjadi adanya dua perintah sehingga menimbulkan arah yang berlawanan. Oleh karena itu, perlu alur yang jelas dari mana karyawan mendapat wewenang untuk pmelaksanakan pekerjaan dan kepada siapa ia harus mengetahui batas wewenang dan tanggung jawabnya agar tidak terjadi kesalahan. Pelaksanaan kesatuan pengarahan (unity of directiion) tidak dapat terlepas dari pembaguan kerja, wewenang dan tanggung jawab, disiplin, serta kesatuan perintah.

F.         MENGUTAMAKAN KEPENTINGAN ORGANISASI/PERUSAHAAN DI ATAS KEPENTINGAN PRIBADI/PERSONAL

Setiap karyawan harus mengabdikan kepentingan sendiri kepada kepentingan organisasi.Hal semacam itu merupakan suatu syarat yang sangat penting agar setiap kegiatan berjalan dengan lancar sehingga tujuan dapat tercapai dengan baik.
Setiap karyawan dapat mengabdikan kepentingan pribadi kepada kepentingan organisasi apabila memiliki kesadaran bahwa kepentingan pribadi sebenarnya tergantung kepada berhasil-tidaknya kepentingan organisasi.Prinsip pengabdian kepentingan pribadi kepada kepentingan organisasi dapat terwujud, apabila setiap karyawan merasa senang dalam bekerja sehingga memiliki disiplin yang tinggi.

G.        BALAS JASA

Gaji atau upah bagi karyawan merupakan kompensasi yang menentukan terwujudnya kelancaran dalam bekerja. Karyawan yang diliputi perasaan cemas dan kekurangan akan sulit berkonsentrasi terhadap tugas dan kewajibannya sehingga dapat mengakibatkan ketidaksempurnaan dalam bekerja. Oleh karena itu, dalam prinsip penggajian harus dipikirkan bagaimana agar karyawan dapat bekerja dengan tenang.Sistem penggajian harus diperhitungkan agar menimbulkan kedisiplinan dan kegairahan kerja sehingga karyawan berkompetisi untuk membuat prestasi yang lebih besar. Prinsip more pay for more prestige (upah lebih untuk prestasi lebih), dan prinsip upah sama untuk prestasi yang sama perlu diterapkan sebab apabila ada perbedaan akan menimbulkan kelesuan dalam bekerja dan mungkin akan menimbulkan tindakan tidak disiplin.

H.        PEMUSATAN (CENTRALIZATION).

Pemusatan wewenang akan menimbulkan pemusatan tanggung jawab dalam suatu kegiatan. Tanggung jawab terakhir terletak ada orang yang memegang wewenang tertinggi atau manajer puncak.Pemusatan bukan berarti adanya kekuasaan untuk menggunakan wewenang, melainkan untuk menghindari kesimpangsiuran wewenang dan tanggung jawab. Pemusatan wewenang ini juga tidak menghilangkan asas pelimpahan wewenang (delegation of authority)

I.          HIRARKI (TINGKATAN/GARIS WEWENANG)

Pembagian kerja menimbulkan adanya atasan dan bawahan. Bila pembagian kerja ini mencakup area yang cukup luas akan menimbulkan hirarki. Hirarki diukur dari wewenang terbesar yang berada pada manajer puncak dan seterusnya berurutan ke bawah.dengan adanya hirarki ini, maka setiap karyawan akan mengetahui kepada siapa ia harus bertanggung jawab dan dari siapa ia mendapat perintah.

J.          KETERTIBAN (ORDER)

Ketertiban dalam melaksanakan pekerjaan merupakan syarat utama karena pada dasarnya tidak ada orang yang bisa bekerja dalam keadaan kacauatau tegang.Ketertiban dalam suatu pekerjaan dapat terwujud apabila seluruh karyawan, baik atasan maupun bawahan mempunyai disiplin yang tinggi.Oleh karena itu, ketertiban dan disiplin sangat dibutuhkan dalam mencapai tujuan.

K.        KEADILAN DAN KEJUJURAN

Keadilandan kejujuran merupakan salah satu syarat untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.Keadilan dan kejujuran terkait dengan moral karyawan dan tidak dapat dipisahkan.Keadilan dan kejujuran harus ditegakkan mulai dari atasan karena atasan memiliki wewenang yang paling besar. Manajer yang adil dan jujur akan menggunakan wewenangnya dengan sebaik-baiknya untuk melakukan keadilan dan kejujuran pada bawahannya.

L.        STABILITAS KONDISI KARYAWAN/STAPDALAM ORGANISASI

Dalam setiap kegiatan kestabilan karyawan harus dijaga sebaik-baiknya agar segala pekerjaan berjalan dengan lancar.Kestabilan karyawan terwujud karena adanya disiplin kerja yang baik dan adanya ketertiban dalam kegiatan.
Manusiasebagai makhluk sosial yang berbudaya memiliki keinginan, perasaan dan pikiran. Apabila keinginannya tidak terpenuhi, perasaan tertekan dan pikiran yang kacau akan menimbulkan goncangan dalam bekerja.

M.    PRAKARSA (INISIATIVE)

Prakarsa timbul dari dalam diri seseorang yang menggunakan daya pikir.Prakarsa menimbulkan kehendak untuk mewujudkan suatu yang berguna bagi penyelesaian pekerjaan dengan sebaik-beiknya.Jadi dalam prakarsa terhimpun kehendak, perasaan, pikiran, keahlian dan pengalaman seseorang.Oleh karena itu, setiap prakarsa yang datang dari karyawan harus dihargai. Prakarsa (inisiatif) mengandung arti menghargai orang lain, karena itu hakikatnya manusia butuh penghargaan. Setiap penolakan terhadap prakarsa karyawan merupakan salah satu langkah untuk menolak gairah kerja. Oleh karena itu, seorang manajer yang bijak akan menerima dengan senang hari prakarsa-prakarsa yang dilahirkan karyawannya.

N.      SEMANGAT KESATUAN ORGANISASI.

Setiap karyawan harus memiliki rasa kesatuan, yaitu rasa senasib sepenanggungan sehingga menimbulkan semangat kerja sama yang baik. semangat kesatuan akan lahir apabila setiap karyawan mempunyai kesadaran bahwa setiap karyawan berarti bagi karyawan lain dan karyawan lain sangat dibutuhkan oleh dirinya. Manajer yang memiliki kepemimpinan akan mampu melahirkan semangat kesatuan (esprit de corp), sedangkan manajer yang suka memaksa dengan cara-cara yang kasar akan melahirkan friction de corp (perpecahan dalam korp) dan membawa bencana.

MODEL ANALISIS KEUANGAN PERUSAHAAN



MODEL ANALISIS KEUANGAN
PERUSAHAAN
1.      RASIO LIKUIDITAS
Rasio likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. Rasio-rasio ini dapat dihitung melalui sumber informasi tentang modal kerja yaitu pos-pos aktiva lancar dan hutang lancar.
Di tinjau dari likuiditas, maka keadaan perusahaan dapat dibedakan :
a. Likuid, perusahaan yang mampu memenuhi seluruh kewajiban keuangan, khususnya kewajiban jangka pendek tepat pada waktunya.
b. Ilikuid, perusahaan yang tidak mampu memenuhi kewajiban keuangan, khususnya
kewajiban jangka pendeknya. 
Disamping itu likuiditas digolongkan atas :
a. Likuiditas badan usaha, kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada pihak luar perusahaan ( kreditur dan investors).
b. Likuiditas perusahaan, kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya kepada pihak dalam perusahaa.
Rasio ini menunjukan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangan.
Rasio yang digunakan :
• Current Rasio
Rasio ini menunjukan kemampuan perusahaan untuk membayar hutangnya yang segera harus dipenuhi dengan aktiva lancar
Aktiva lancar
Current Rasio =
Utang lancar

• Quick Rasio
Menunjukan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya tanpa memperhitungkan persediaan.
Aktiva lancar - Persediaan
Quick Rasio =
Hutang Lancar
• Cash Rasio
Rasio ini menunjukan angka perusahaan untuk membayar hutang jangka pendeknya dengan hanya memperhitungkan uang tunai dan efek/surat berharga.
Kas + Efek
Cash Rasio =
Hutang Lancar

Beberapa rasio likuiditas ini adalah sebagai berikut :
A.    Current Ratio
Rasio ini menunjukan sejauh mana aktiva lancar menutupi kewajiban-kewajiban lancar. Semakin besar perbandingan aktiva lancar dengan hutang lancar semakin tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban jangka pendeknya.
Besar current ratio yang ideal belum ada suatu patokan yang apsti, namun standar umumyang digunakan 200% atau 2:1 yang berarti nilai aktiva lancar adalah dua kali dari hutang lancar atau setiap satu rupiah hutang lancar harus dapat dijamin sedikitnya dengan dua rupiah aktiva lancar.
B.     Quick Ratio
Rasio ini menunjukan kemampuan aktiva lancar yang paling likuid mampu menutupi hutang lancar. Semaki besar rasio ini semakin baik. Rasio ini disebut juga Acid test rasio.
Untuk quick rasio ukuran berdasarkan prinsaip hati-hati adalah 100% atau 1:1 dianggap cukup memuaskan didalam perusahaan apabila kurang maka dianggap kurang baik.
C.     Cash Ratio
Rasio ini menunjukan kemampuan perusahaan untuk membayar utang jangka pendeknya yang harus segera dipenuhi dengan kas dan surat berharga dalam perusahaan yang dapat segera di uangkan. Kegunaan dari rasio ini adalah untuk mengetahui bahwa setiap hutang lancar Rp. 1, 00 di jaminkan oleh kas dan efek sebesar hasil yang diperoleh dari cash rationya, tidak terdapat standar khusus pada cash ratio sehingga penilaianya tergantung kebijakan perusahaan.

2.      RASIO SOLVABILITAS
Rasio solvabiliats menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban-kewajibannya apabila perusahaan dilikuidasi. Rasio ini dapat dihitung dari pos-pos yang sifatnya jangka panjang seperti aktiva tetap dan hutang jangka panjang.
Besarnya ukuran umum yang dipakai adalah 200% atau 2:1 yang berarti dua kali dari total hutang perusahaan dikatakan solvable bila rasionya kurang dari 200%.
Di tinjau ari solvabilitas, maka keadaan perusahaan di bedakan menjadi :
a. Solvable, perusahaan mampu memenuhi semua kewajiban keuangan nya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi.
b. Insolvable, perusahaan tidak mampu memenuhi semua kewajiban keuangannya apabila perusahaan dilikuidasi.

Yang termasuk raqsio solvabikitas antara lain :
A.    Total Debt to Total Equity Ratio
Rasio ini membandingkan total utang dengan modal pemilik ( ekuitas ). Rasio ini digunakan untuk mengetahui berapa bagian setiap rupiah dari modal pemilik yang digunakan untuk menjamin utang. Semakin besar rasio ini semakin tidak menguntungkan bagi para kreditur, karena jaminan modal pemilik terhadap utang semakin kecil. Rasio diatas 100% sangat berbahaya bagi kreditur karena jumlah utang lebih besar dari pada modal pemilik.
B.     Total Debt to Total Asset Ratio
Rasio ini membandingkan jumlah total utang dengan aktiva total yang dimiliki perusahaan. Dari rasio ini, kita dapat mengetahui bebrapa bagian aktiva yang di gunakan untuk menjamin utang. Biasanya, para kreditur lebih menyukai rasio utang yang rendah, sebab semakin rendah rasio utang perusahaan yang diberi kredit akan semakin besar tingkat keamanan yang didapat kreditur pada waktu likuidasi
C.     Long term Debt to Equity Ratio
Rasio ini membandingkan antara utang jangka panjang dan modal pemilik. Rasio ini menunjukan berapa bagian modal pemilik yang menjadi jaminan utang jangka panjang. Dengan kata lain, rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan modal pemilik untuk menutup utang jangka panjang. Semakin rendah rasio ini akan semakin aman bagi kreditur jangka panjang.

• Total Debt to Total Equity Rasio
Rasio ini membandingkan total hutang dengan total modal pemilik.
Total hutang
Total Debt to Total Equity Rasio =
Modal sendiri

• Total Debt to Total Assets Rasio
Pada rasio ini membandingkan jumlah total hutang dengan aktiva total yang dimiliki perusahaan.
Total hutang
Total Debt to Total Assets Rasio =
Total aktiva

• Long Term Debt to Equity Rasio
Pada rasio ini membandingkan hutang jangka panjang dan modal sendiri.
Hutang jangka panjang
Long Term Debt to Equity Rasio =
Modal sendiri

Ditinjau dari segi likuiditas dan solvabilitas, maka suatu perusahaan dapat mengalami keadaan :
a.       likuid dan Solvabel
yaitu perusahaan yang dapat memenuhi kewajiban keuanganya baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang.
b.      Likuid tetapi Insolvabel
Yaitu perusahaan yang dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya tetapi tidak dapat memenuhi kewajiban jangka panjangnya.
c.       Likuid dan Solvabel Yaitu perusahaan yang tidak dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya tetapi dapat memenuhi kewajiban jangka panjangnya.
d.      likuid dan Insolvabel yaitu perusahaan yang tidak dapat memenuhi kewajiban keuangannya baik jangka pendek maupun jangka panjang.
3.      RASIO RENTABILITAS
Rasio rentabilitas atau disebut juga profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang,dan sebagainya. Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba disebut juga Operating Ratio.
Rasio ini menunjukan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dengan menggunakan modal yang di tanam di dalamnya. Rasio yang digunakan :
• Net Profit Margin Rasio
Membandingkan antara laba setelah bunga dan pajak serta penjualan bersih untuk menunjukan berapa bagian dari penjulan bersih yang menjadi laba setelah bunga dan pajak.
Laba setelah bunga dan pajak
Net Profit Margin Rasio =
Penjualan bersih
• Return Of Investment
Membandingkan laba setelah bunga dan pajak dengan jumlah aktiva yang bekerja.
Laba setelah bunga dan pajak
Return of investment =
Total aktiva
• Operating Income Rasio
Membandingkan antara laba sebelum bunga dan pajak (laba operasi) dan penjualan bersih.
Laba sebelum bunga dan pajak
Operating income rasio =
Penjualan bersih
• Return Of Equity
Membandingkan antara laba bersih (laba setelah bunga dan pajak) dan jumlah modal pemilik.
Laba setelah bunga dan pajak
Return of equity =
Modal sendiri
Beberapa jenis rasio rentabilitas adalah sebagai berikut:
A.    Net Profit Margin 
Net profit margin adalah rasio yang membandingkan antara laba setelah bunga dan pajak dan penjualan bersih untuk menunjukan berapa bagian dari penjualan bersih yang menjadi laba setelah bunga dan pajak. Semakin tinggi rasio ini semakin menguntungkan karena laba bersih perusahaan semakin besar.
B.     Return On Investment
Return on investment adalah salah satu bentuk dari rasio rentabilitas yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasinya perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Dengan demikian rasio ini menghubungkan keuntungan yang diperoleh dari operasinya perusahaan dengan jumlah investasi atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan operasi tersebut.
C.     Operating Income Rastio
Rasio ini membandingkan antara laba sebelum bunga dan pajak (laba operasi) dan penjualan bersih.rasio ini menunjukan berapa bagian penjuaalan neto yang merupakan laba usaha. Semakin tinggi rasio ini menunjukan semakin tinggi keuntungan yang di peroleh suatu perusahaan
D.    Return On Equity
Adalah rasio yang membandingkan antara laba bersih (laba setelah bunga dan pajak) dan jumlah modal sendiri. Rasio ini menunjukan kemampuan modal pemilik yang di tanamkan oleh pemilik atau investor untuk menghasilkan laba bersih yang menjadi bagian dari pemilik. Semakin tinggi rasio ini semakin tinggi keuntungan investor karena semakin efisien modal yang ditanamkannya.dengan demikian , rasio ini sangat mendapat perhatian.
Profitabilitas adalah kemapuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungan dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri. Bagi yang mau lebih lanjut mari kita teruskan
Berikut contohnya laporan rugi labanya :

PT. MAUNYA LABA 
Penjualan Bersih
112.760.000
Harga Pokok Penjualan (HPP)
(85.300.000)
Laba Kotor
27.460.000
Biaya Pemasaran (6.540.000)
Biaya Admin&Umum (9.400.000)
Biaya Operasional
(15.940.000)
Laba sebelum bunga & Pajak (EBIT)
11.520.000
Bunga Hutang (jika ada)
(3.160.000)
Laba Sebelum Pajak (EBT)
8.360.000
Pajak Pendapatan (48%) atas EBT
(4.013.000)
Laba setelah pajak
4.347.000

Catatan:
Total Aktiva PT MAUNYA LABA = Rp81.890.000,-

Adapun Rasio Profitabilitas yang akan dipakai adalah:
  • Gross profit margin
  • Net profit margin
  • Return on Investment (ROI)
Gross Profit Margin 
Gross Profit Margin = (Penjualan - HPP) / Penjualan Atau
Gross Profit Margin = Laba Kotor / Penjualan
Gross Profit Margin = 27.460.000 / 112.760.000 = 0,2435 = 24,35%

Gross Profit margin = 24,35%
artinya bahwa setiap Rp1,- (satu rupiah) penjualan mampu menghasilkan laba kotor sebesar Rp0,2435. Semakin tinggi profitabilitasnya berarti semakin baik. Tetapi pada penghitungan Gross Profit Margin, sangat dipengaruhi oleh HPP, sebab semakin besar HPP, maka akan semakin kecil Gross Profit Margin yang dihasilkan.

Net Profit Margin
Net Profit Margin = Laba setelah pajak (EAT)/Penjualan
Net Profit Margin = 4.347.000 / 112.760.000 = Rp0,0386 = 3,86%

Apabila Gross Profit Margin selama suatu periode tidak berubah, sedangkan Net Profit Marginnya mengalami penurunan, berarti biaya meningkat relatif besar dibanding dengan peningkatan penjualan.

Return On Investment (ROI) atau Return on Assets (ROA)
ROI = Laba setelah pajak (EAT) / Total Aktiva
ROI = 4.347.000 / 81.890.000 = Rp0,0531 = 5,31%
ROI = 5,31%
artinya menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan, berarti dengan Rp1000,- aktiva akan menghasilkan laba bersih setelah pajak Rp53,10 atau dengan Rp1,- menghasilkan laba bersih (EAT) Rp0,0531,-

MODEL HARGA POKOK PENJUALAN (HPP)

HARGA POKOK PENJUALAN (HPP)

1. Pengertian Harga Pokok Penjualan.
Yang dimaksud dengan harga pokok penjualan adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang yang dijual atau harga perolehan dari barang yang dijual, atau bisa dikatakan penghitungan HPP merupakan perbandingan antara seluruh harga yang di keluarkan untuk mendapatkan barang yang di jual  dengan hasil dari barang-barang yang di jual/penjualan (nilai-nilai dan harga jual).

Ada dua manfaat dari harga pokok penjualan.
1. Sebagai patokan untuk menentukan harga jual.
2. Untuk mengetahui laba yang diinginkan perusahaan. Apabila harga jual lebih besar dari harga pokok penjualan maka akan diperoleh laba, dan sebaliknya apabila harga jual lebih rendah dari harga pokok penjualan akan diperoleh kerugian.

2. Rumus Menghitung Penjualan Bersih.
Penjualan dalam perusahaan dagang sebagai salah satu unsur dari pendapatan Perusahaan. Unsur-unsur dalam penjualan bersih terdiri dari:
- penjualan kotor;
- retur penjualan;
- potongan penjualan;
- penjualan bersih.

RUMUS penjualan besih:

Penjualan bersih = penjualan kotor – retur penjualan – potongan penjualan.

CONTOH:
Diketahui;
Penjualan bersih : ?
Penjualan                 : Rp. 25.000.000,-
Retur penjualan       : Rp. 125.000,-
Potongan penjualan : Rp. 150.000,-
Jadi.
Penjulan bersih =
Rp. 25.000.000,- – Rp. 125.000,- – Rp. 150.000,- = Rp. 24.725.000,-
3. Rumus Menghitung Pembelian Bersih.
Pembelian bersih adalah sebagai salah satu unsur dalam menghitung harga pokok penjualan.
Unsur-unsur untuk menghitung pembelian bersih terdiri dari:
- pembelian kotor;
- biaya angkut pembelian;
- retur pembelian dan pengurangan harga;
- retur pembelian;
- potongan pembelian.

RUMUS pembelian bersih:

Pembelian bersih = pembelian + biaya angkut pembelian – retur pembelian – potongan pembelian.
CONTOH:
Diketahui;
Pembelian bersih: ?
Pembelian                        : Rp. 23.000.000
Biaya angkut pembelian  : Rp. 800.000
Retur pembelian               : Rp. 500.000
Pot. Pembelian                 : Rp. 200.000
Jadi.
Pembelian bersih =
23.000.000 + 800.000 ­­- 500.000 - 200.000 = 32.100.000

4. Rumus Menghitung Harga Pokok Penjualan.
Untuk menghitung harga pokok penjualan harus diperhatikan terlebih dahulu unsur-unsur yang berhubungan dengan harga pokok penjualan.
Unsur-unsur itu antara lain:
- persediaan awal barang dagangan;
- pembelian;
- biaya angkut pembelian;
- retur pembelian dan pengurangan harga;
- potongan pembelian

Rumus harga pokok penjualan:
HPP = Persediaan awal barang dagangan + pembelian bersih – persediaan akhir
HPP = Barang yang tersedia untuk dijual – persediaan akhir

Keterangan :
Barang yang tersedia untuk dijual = Persediaan awal barang dagangan + pembelian bersih.
Pembelian bersih = Pembelian + biaya angkut pembelian – retur pembelian – potongan pembelian.
Atau
Barang yang tersedia untuk dijual = Persediaan awal + pembelian + beban angkut
Pembelian – retur pembelian – potongan pembelian.
Persediaan akhir barang yang tersedia (dikuasai) pada akhir periode akuntansi.
Untuk menghitung Harga Pokok Penjualan.
Perhatikan bagan di bawah ini.


Persediaan awal……………………………………………………………….Rp. 100.000.000
Pembelian                            Rp. 1.482.050.000
Biaya angkut pembelian      Rp. XXXXX –
                                                                    Rp. XXXXX
Retur pembelian                   Rp. XXXXX
Potongan pembelian             Rp. XXXXX –
                                                                    Rp. XXXXX –
Pembelian bersih…………………………………………………………….Rp. XXXXX +
Barang yang tersedia untuk dijual……………………………………………Rp. XXXXX
Persediaan akhir……………………………………………………………...Rp. XXXXX –
Harga Pokok Penjualan………………………………………………………Rp. XXXXX 

MAKALAH SEJARAH PERKOPERASIAN


MAKALAH SEJARAH PERKOPERASIAN

BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Kontribusi koperasian dalam perekonomian tidak bisa ditampikkan lagi bahkan dibeberapa Negara eropa dan asia koperasi memegang peranan penting. sebut saja, Negara inggris, perancis, jerman, belanda, Denmark, jepang, dan bahkan Indonesia, di Negara-negara ini koperasi dianggap sebagai produk unggulan dan dengan koperasi Negara-negara ini juga dapat keluar dari keterpurukan ekonomi yang membayang-bayangi mereka.
Peranan koperasi bagi perokonomian yang sangat besar bayak membawa berkah dan manfaat dengan koperasi telah terbukti mampu mendongkrak perekonomian dan menjaga stabilitas ekonomi, dewasa ini Negara yang tidak memiliki produk koperasi unggulan lebih rentan terkena imbas krisis ekonomi global yang langsung berdampak pada sector ekonomi rill dan pendapatan perkapital, dan sebaliknya Negara yang memiliki produk koperasi unggulan lebih mampu meredam dampak krisis tersebut dan bertahan dalam buruknya situasi ekonomi. namun kesuksesan perkoprasian ini sesungguhnya dipegang oleh peran dan intervensi pemerintah, kenapa demikian? Karena peran vital pemerintah berupa kebijakan-kebijakan dalam mendorong tumbunya koperasi merupakan rahasia di balik kisah kesuksesan koperasi didunia.
Di Indonesia Istilah koperasi sudah bukan menjadi sesuatu yang asing lagi meskipun diambil dari bahasa asing, Koperasilah yang telah mengiringi kebangkitan bangsa ini yang sedang mengalami masa-masa sulit setelah beberapa abad dijajah dan penuh ketidak pastian ekonomi, sosial dan koperasi mampu menjawab ketidakpastian tersebut.
Setelah kemerdekaan bangsa ini dihadapi pada masalah pembenahan disemua sector termaksud sector ekonomi yang mendapat perhatian  baik melalui BUMN, BUMD, BUMS, dan KOPERASI terus digenjot dan lagi-lagi terbukti peran koperasilah yang menjadi unggulan. Namun krisis ekonomi global tidak dapat dibendung dampaknya karena ketidakpokusan pemerintah membenahi perekonomian akibat masalah krisis multidimensi Negara yang baru merdeka begitu kompleks dan Indonesia mengalami krisis moneter akibat melemanya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing,  yang sebenarnya masalah yang mudah apabila pemerintah cepat bertindak dengan meredam dampak dan laju inflasi dari krisis ekonomi global, akan lain ceritanya apabila pada saat itu kondisi Negara kita sudah stabil.
B.  RUMUSAN MASALAH
1.      Pengertian koperasi menurut para ahli dan kesimpulan?
2.      Pencetus dan cikal bakal perkoprasian di dunia?
3.      Tokoh Perintis dan perkembangan koperasi di eropa?
4.      Perkembangan tokoh perintis perkoprasian di asia dan Indonesia?














BAB II
PENGERTIAN DAN SEJARAH INSSPIRASI SERTA
PERINTISAN KOPERASI
A.  PENGERTIAN KOPERASI
DEFINISI ILO (International Labour Organizational)
Cooperation is an association of person, usually of limited means, who have voluntaily joined together to achieve a common economic and through the formation of a democratically controlled businnes organization, making equitable contribution of the capital required and eccepting a fair share of the risk and benefits of the undertaking.
Dalam definisi ILO terdapat 6 elemen yang dikandung dalam koperasi, yaitu :
1.      koperasi menerima resiko dan manfaat secara seimbang
2.      Koperasi adalah perkumpulan orang-orang
3.      Penggabungan orang-orang berdasarkan kesukarelaan
4.      Terdapat tujuan ekonomi yang ingin dicapai
5.      Koperasi berbentuk organisasi bisnis yang diawasi dan dikendalikan secara demokratis
6.      Terdapat kontribusi yang adil terhadap modal yang dibutuhkan Anggota
Definisi Arifinal Chaniago (1984)
Koperasi sebagai suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum, yang memberikan kebebasan kepada anggota untuk masuk dan keluar, dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya.

Definisi Hatta (Bapak Koperasi Indonesia)
Koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki  nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong-menolong. Semangat tolong menolong tersebut didorong oleh keinginan memberi jasa kepada kawan berdasarkan ‘seorang buat semua dan semua buat seorang’.
Dalam bukunya “ The Movement in Indonesia” beliau mengemukakan bahwa koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarka tolong menolong. Mereka didorong oleh keinginan memberi jasa pada kawan “ seorang buat semua dan semua buat seorang” inilah yang dinamakan Auto Aktivitas Golongan, terdiri dari :
1.    Solidaritas
2.    Individualitas
3.    Menolong diri sendiri
4.    Jujur
Definisi P.J.V. Dooren
There is no single definition (for coopertive) which is generally accepted, but the common principle is that cooperative union is an association of member, either personal or corporate, which have voluntarily come together in pursuit of a common economic objective
Definisi Munkner
Koperasi sebagai organisasi tolong menolong yang menjalankan ‘urusniaga’ secara kumpulan, yang berazaskan konsep tolong-menolong. Aktivitas dalam urusniaga semata-mata bertujuan ekonomi, bukan sosial seperti yang dikandung gotong royong
Definisi UU No. 25/1992
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi, dengan melandaskan kegiataannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan

TUJUAN KOPERASI
Sesuai UU No. 25/1992 Pasal 3
Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945
UU No. 25/1992 Pasal 4 Fungsi Koperasi
a.       Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya
b.      Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat
c.       Memperkokoh perekonomian rakyat sbg dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sbg sokogurunya
d.      Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi

Dari beberapa pengertian yang dikemukakan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa koperasi merupakan kumpulan orang yang memiliki kesamaan latar belakang ekonomi ataupun berbeda yang memiliki keinginan dan kepentingan bersama untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak (sejahtera) dengan cara bekerja sama dan menyatukan diri  kedalam perkumpulan yang berdasarkan asas kebersamaan dan kekeluargaan.

BPERKEMBANGAN KOPERASI DI BERBAGAI NEGARA EROPA
 1.  Inggris
  a. Embrio Koperasi
  Inggris,  yang  oleh  beberapa  kalangan  dianggap  sebagai  Negara  cikal  bakal dan asal mula koperasi di dunia, pada masa-masa  tahun 1700-an, di akhir era peninggalan  “gilda” (Ima  Suwandi,  1980),  mulai  tumbuh  organisasi-organisasi  yang  bersifat  tolong menolong. Apalagi setelah  lahir The Friendly Societies Act pada  tahun 1773. Hingga pada  tahun  1800  tercatat  tidak  kurang  7.200  perkumpulan  sosial  serupa  yang terdaftar dan memiliki anggota sekitar 600.000 orang. (Ima Suwandi,1980). Semangat tolong-menolong  secra  sosial  tersebut  dalam  perkembangannya  ternyata  telah  pula menggapai  sisi  bidang  kegiatan  ekonomi  para  anggota  perkumpulan.  Seperti  yang ditunjukkan oleh para pekrja pelabuhan di Woolwich dan Chatam, yang pada abatke 18  telah  mengorganisasi  diri  membangun  pabrik  pengolahan  tepung  terigu  untuk dapat  menerobos  perdagangan  yang  saat  itu  sudah  mulai  sampai  pada  tingkat monopolistik  dari  pada  pabrikan  terigu. Mereka mengumpulkan  uang  (dalam  bentuk uang  kecil/recehan dari mata uang Poundsterling,  Inggris),  sedikit  demi  sedikit  agar mapu menggalang kekuatan (Ima Suwandi, 1980).
  D. Danoewikarsa, dalam buku Tanya Jawab Tentang Koperasi, yang ditertibkan pada tahun 1977, antara lain juga mengisahkan awal pertumbuhan embrio koperasi di inggris sebagai berikut “Pada  akhir  abad  ke  delapan  belas  oleh  oleh  beberapa  tukang  tenun  di  Fenwich  dibeli  bersama-sama  terigu  dalam  jumlah  yang  banyak.  Di  Mongewel  dibuka  orang sebuah  toko yang menjual barang-barangnya dengan harga pokok. Seorang pendeta di Greenford membuka  toko  yang  hanya menjual  barangnya  kepada mereka  yang  pada hari minggu  datang melakukan  kebaktian  di Gereja.  Semua  ini  bertujuan  hanya  untuk melepaskan  diri  dari  membeli  barang-barang  keperluan  sehari-hari  dari  toko  yang menjual  barang  dengan  mahal,  padahal  mutu  barangnya  tidak  baik.  Jadi  tujuannya meringankan beban rakyat kecil dan belum menyebut atau membawa nama koperasi Disadur dari buku Dinamika Gerakan Koperasi Indonesia oleh H.M. Iskandar Soesilo Selanjutnya,
    "Tahun 1928 di Lennortown didirikan suatu perkumpulan yang diberi nama" Friendly Society". Perkumpulan ini hampir mirip kepada koperasi, sebab ada anggaran dasarnya, ada rapat anggota dan ada pengurusnya. Tujuan perkumpulan ini ialah tolong menolong antara sesama anggota. Perkumpulan ini juga mendirikan toko yang modalnya dihimpun dari anggota-anggotanya. Perkumpulan kerja sarna lainnya ialah mengerjakan bersama-sama  penggilingan  terigu  untuk  dijadikan  tepung.  Penggilingan  kepunyaan  bersama-sarna  ini  untuk  pertama  kalinya  didirikan  di  Hull.  Banyak  yang  tidak  puas  dengan penggilingan-penggilingan  itu  karena menentukan  ongkos  giling  yang  tinggi,  sehingga jumlah penggilingan yang dikerjakan secara bersama itu semakin banyak. lnilah sebagai langkah  permulaan  untuk  menyusun  ekonomi  sebagai  usaha  bersama  untuk memperbaiki tingkat sosial mereka yang ekonominya lemah."
 Pada  saat  itu  belum  ada  landasan  hukum  untuk  bertindak  dalam  kegiatan ekonomi. Perkumpulan mereka masih dianggap sebagai organisasi sosial, tetapi juga sekaligus  sebagai  kekuatan  ekonomi.  Perkumpulan  koperasi  pada  saat  itu  hanya terdaftar sebagai Friendly Societes. Tetapi mereka mampu membuktikan kekuatannya (Ima Suwandi, 1980). Baru  pada  tahun  1853,  koperasi  di  Inggris  diperlakukan  sebagai  The  Industrial and  Provident  Societes.  Meskipun  demikian  semangat  untuk  membangun perkumpulan atas dasar solidaritas dan  tolong menolong  ternyata segera meluas ke beberapa wilayah lainnya.  Di  Scotlandia,  pada  tahun  1789,  sekelompok  penganyam  dari  Ayshire,  telah bergotong  royong  mengumpulkan  uang  untuk  membeli  bahan  baku,  dan  bahan keperluan  sehari-hari  secara  bersama-sama.  Mereka  juga  mengumpulkan  modal sedikit demi sedikit sehingga menjadi besar dan dipergunakan pula untuk melakukan kegiatan ekonomi yang lebih bermanfaat. Kelompok Ayshire tersebut dikenal sebagai peletak  dasar  koperasi  di Scotlandia,  dan model  tersebut  terus  berkembang  hingga tahun 1825, dan mereka lebih dikenal sebagai "kelompok penny capitalist".

b. Revolusi Industri
  Lahirnya  koperasi  di  dunia  memang  tampaknya  tidak  terlepas  dari  pengaruh revolusi industri, reformasi pertanian dan politik ekonomi liberal, yang melanda Eropa pada petengahan abad 18 sampai permulaan abad 19.
  Revolusi  lndustri  dimulai  dengan  diciptakannya  mesin  pintal  benang  oleh R.Hargreaves pada  tahun 1764, yang kemudian disusul dengan berbagai penemuan mesin  tenun,  yang  segera menggantikan  peran  pekerja manusia. Mesin  pintal  dan tenun  itu  sendiri  segera  mengalami  perkembangan  yang  lebih  cepat  setelah ditemukannya  sistem  penggerak  air  oleh  Arkwright,  sehingga  memungkinkan beberapa mesin tenun bisa bergerak sekaligus secara bersamaan. Kemudian  disusul  dengan  penemuan mesin  uap  oleh  James Watt  pada  tahun 1765, yang dikombinasikan dengan peleburan besi menurut sistem Durby, sehingga memungkinkan untuk membuat berbagai mesin modern dalam proses produksi (Team Universitas Gajah Mada, 1985)
  Mentaux  dalam  buku  The  Industrial  Revolution  In  The  18  th  Century menggambarkan revolusi industri sebagai berikut :
 Sistem pabrik modern yang berasal dari Inggris pada akhir pertiga dari abad 18, sejak permulaannya pengaruhnya dirasakan begitu cepat, dan menimbulkan akibat-akibat  begitu  penting,  sehingga  tepat  jika  dipersamakan  dengan  sebuah revolusi.  …Revolusi  industri  merupakan  proses  perubahan  yang  cepat  dalam bidang  industri  yang  mempunyai  pengaruh  dan  akibat-akibat  yang  luas  dalam kehidupan  dan  penghidupan  manusia.  ...penggunaan  mesin-mesin  modern semakin  mendesak  ke  luar  penggunaan  tenaga  manusia  dalam  proses produksi,  ..bahkan biaya produksi dapat ditekan  lebih  rendah dan volume usaha dapat diperbesar.
  Di  samping  itu, menurut  Asthon,  dalam  buku  The  Industrial  Revolution,  tingkat bunga  bank  yang  rendah  sungguh  memegang  peran  yang  penting  dalam mempercepat laju perkembangan ekonomi pada abad 18. Keadaan  yang  demikian  itu  telah menjadi  badai  bagi  industri  rumah,  sehingga banyak  di  antara  mereka  yang  gulung  tikar.  Tak  pelak  pengangguran  menjadi semakin  besar,  persaingan  di  antara  kaum  buruh  juga  semakin melebar,  sehingga membawa akibat upah buruh menjadi semakin merosot tajam.
Revolusi  Industri  yang  telah  mendorong  menguatnya  paham  kapitalisme,  di sisinya yang  lain memang dicatat  telah menaikkan produktifiitas,  tumbuhnya produk-produk  baru  dalam  jumlah  dan  mutu  yang  lebih  baik,  investasi  dalam  masyarakat yang  semakin  bertambah,  perbaikan  teknologi  yang  selalu  dikembangkan,  naiknya pendapatan,  dan  semakin  besarnya  tabungan  sehingga  akumulasi  kapital  terus bertambah  dan  sebagainya.  Tetapi  harus  pula  dicatat  bahwa  bergelimangnya keberhasilan tadi justru mekar di atas kesengsaraan dan merananya masyarakat yang tak bermodal dan yang hanya mengandalkan tenaganya saja.   Revolusi  lndustri  pada  gilirannya  telah  pula  melahirkan  keserakahan  dan penghisapan manusia oleh manusia yang sering disebut oleh orang Perancis sebagai exploitation  de  l’homme  par  l’homme.  Oleh  sebagian  besar  buruh  pada  saat  itu, situasi  yang  demikian  itu  dirasakan  sebagai  periode  yang  sungguh  menegangkan, apalagi  dibarengi  dengan  berbagai  tekanan  sosial  ekonomi  yang  berat  bagi masyarakat  kebanyakan,  seperti  bangkrutnya  industri  rumah  tangga,  banyaknya orang  yang  kehilangan  pekerjaan,  upah  buruh  yang merosot,  jam  kerja  yang  lebih panjang, pekerja wanita dan anak-anak diberi upah yang  lebih  rendah, kondisi kerja yang tidak baik dan sebagainya.
c.  Masa Robert Owen dan William King
  Situasi  yang  demikian  itu  telah  mendorong  para  pemikir  sosial  seperti  Robert Owen  dan  Dr William  King,  bekerja  keras mencari  alternatif  dan  sistem  yang  lebih tepat bagi masyarakat banyak.
(1).  Robert Owen (1771-1858)
  Dia  adalah  seorang  pelopor  sosialis  di  Inggris,  yang  dikenal  sebagai  seorang philantropis. Ia juga dikenal sebagai seorang industrialis yang kaya raya dan seorang Direktur Pabrik Tenun.  Ia  terlahir dari  keluarga miskin pada  tanggal 14 Mei 1771 di Newton.
  Pada  awalnya  ia  bekerja  sebagai  seorang  buruh  kasar  pembuatan  cerobong asap. Pada usia 21 tahun ia masuk dalam kelompok pertenunan di Scotlandia. Ia tahu persis betapa pahit getirnya perlakuan majikan terhadap buruh.
  Pada usia 31  tahun,  ia berhasil menjadi Direktur.  Ia mulai memperhatikan nasib buruh-buruhnya. Menaikkan  upah  buruh  dan memperpendek  jam  kerja,  dari  17  jam menjadi  10  jam.  Kepada  buruh  juga  diberikan  jaminan  sosial  dan  hari  tua  serta mendirikan sekolah bagi anak-anak buruhnya.
  Sebagai Direktur ia tidak menggunakan seluruh kesempatan yang ada semata-mata  untuk  mengejar  keuntungan  perusahaan.  Ia  juga  berpendapat,  bahwa  yang menentukan watak  seseorang  adalah  juga  lingkungannya. Oleh  sebab  itu, menurut Owen,  untuk  meningkatkan  masyarakat  yang  sejahtera  harus  dimulai  dengan menciptakan  lingkungan  yang  baik.  Ia  kemudian  berjuang  demi  lahirnya  undang-undang tentang pabrik (1819). Dua tahun sebelumnya (1817) ia berjuang di Parlemen untuk  melahirkan  Undang-Undang  Koperasi  dan  cara-cara  mengatasi  kemiskinan yang saat itu sedang melanda Inggris.
  Karena berbagai pandangan dan pendapat yang dilontarkan kurang mendapat tanggapan  dari  pihak-pihak  yang  kompeten,  maka  untuk  memperjuangkan idealismenya,  pada  tahun  1830,  ia  melepaskan  jabatannya  sebagai  Direktur.  Ia kemudian  langsung  mengabdikan  diri  pada  cita-citanya  untuk  memperjuangkan perbaikan nasib masyarakat banyak atas dasar kesamaan derajat.
  Ia  bercita-cita  dan  sekaligus  mempraktekkan  cita-citanya  tersebut  melalui pembentukkan  suatu  komunitas  baru  dan mengembangkan  suatu  kehidupan  sosial ekonomi  yang  lebih  sehat.  Dalam  komunitas  baru  tersebut  seluruh  pekerjaan dikerjakan  bersama  dan  hasilnya  menjadi  milik  bersama.  Komunitas  tersebut dilengkapi dengan semacam dapur umum,  toko, perumahan, sekolah, perpustakaan, dan keperluan hidup lain. Setiap orang yang menjalankan tugas diberi bon (atau kalau sekarang mungkin  semacam  voucher),  yang  dapat  ditukarkan  dengan  barang  yang diperlukan.  Owen  terjun  langsung  di  tengah-tengah  komunitasnya  di  Lancasshire, New Lannark, New Harmony, Indiana, dan Irlandia. Namun  perjalanan  usaha  tersebut  tampaknya  tidak  berhasil  dengan  baik. Sementara  analis  memperkirakan  kekurang  berhasilan  usaha  tersebut  antara  lain karena usaha  tersebut belum bisa sepenuhnya memberikan pelayanan sebagaimana diharapkan  oleh  para  anggota  komunitas  yang  bersangkutan,  terutama  dalam penyediaan kebutuhan anggota komunitas.
  Banyaknya  bon-bon  (labour  notes)  yang  dikeluarkan  yang  tidak  seimbang dengan jumlah barang yang tersedia menyebabkan goyahnya upaya-upaya Owen. Di sisi  lain  adalah  juga  karena  kurangnya  pengalaman  dari  para  anggota  komunitas dalam hal bertani atau sebagai pengrajin. Mereka  juga kekurangan modal. Berbagai kesulitan hidup bersama dalam satu kehidupan komunitas juga merupakan fakta yang tidak menguntungkan bagi berkembangnya komunitas yang dirintis Robert Owen. Impian  Robert  Owen  untuk  mengembangkan  usaha  berdasarkan  kerjasama yang  bertumpu  pada  solidaritas  pada  saat  itu  tampaknya  belum  dapat  sepenuhnya diwujudkan.  Namun demikian,  kerjasama  (koperasi),  sebagai  bentuk  organisasi ekonomi baru yang penuh dengan kandungan nilai-nilai filsafat sosial yang tinggi dan bermoral telah lahir. Pengalaman  tersebut  kemudian  mendorong  para  penganut  Owen,  banyak yang beralih mengikuti aliran Chartist yang dianggap lebih realistik. Gerakan-gerakan yang dilakukan oleh kaum Chartist adalah berkat adanya People's Charter. Lahimya People's  Charter  tahun  1738  telah  memberi  peluang  kepada  warga  Inggris,  untuk memperoleh  hak-hak  sipil  yang  lebih  longgar.  Misalnya,  kalau  dulu  orang  yang melarat tidak boleh menjadi anggota parlemen, maka berdasarkan charter yang baru, orang yang tidak mampu diperbolehkan menjadi anggota parlemen. Pria diberikan hak pilih  secara  terbuka.  Pemilihan  anggota  parlemen  dilakukan  secara  demokratis terbuka  setiap  tahun.  Anggota  parlemen  yang  sebelumnya  tidak  dibayar,  maka berdasarkan  ketentuan  baru,  dibayar. Hal-hal  tersebut  telah memberi  peluang  yang lebih  besar  dan  semakin  memungkinkan  bagi  kaum  chartist  untuk  dapat memperjuangkan perbaikan kesejahteraannya melalui forum politik di parlemen. Sementara itu untuk memperjuangkan sisi ekonominya, mereka menggunakan pemikiran-pemikiran Dr. William King.
(2).  Dr. William King ( 1786-1885) .
  Dr. William  King,  yang  lahir  di  Ipwich  tahun  1786,  adalah  perintis  koperasi kedua  di  Inggris.  Sebagai  dokter  lulusan  Cambridge  yang  kemudian  bertugas  di Brighton, ia menaruh perhatian yang besar kepada nasib kaum buruh. Sebagai dokter, yang  juga mempelajari  teknologi,  filsafat,  sejarah,  ilmu  pasti  dan  ekonomi.  Ia memiliki rasa  kemanusiaan  yang  sangat  tinggi  rasa.  Ia  ingin  berbuat  sesuatu  yang  dapat membantu memperbaiki nasib kaum buruh. Ia segera saja mengembangkan berbagai pedoman  dan  menterjemahkan  berbagai  ide  usaha  bersama  ala  Robert  Owen tersebut ke dalam tindakan-tindakan yang lebih nyata.
  Pada  akhir  tahun  1839,  King mulai  memelopori  berdirinya  koperasi-koperasi lokal  yang  relatif  kecil-kecil.  Beberapa  buruh  diorganisir  untuk  mendirikan  tako koperasi agar dapat memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari secara bersama-sama.
Kegiatan  tersebut  sekaligus  untuk  menghindarkan  kaum  buruh  dieksploitasi  oleh warung dan pedagang swasta yang banyak tumbuh pada saat itu.
  Dalam waktu 2 (dua)  tahun  telah berdiri sekitar 130 koperasi atas anjuran dan bantuannya. Berbeda dengan Owen yang ingin mengadakan perbaikan seluruh masyarakat melalui pembentukan komunitas baru, King membatasi hanya pada kaum buruh. King menyadari  akan  kekurangan-kekurangan  yang  ada  pada  koperasi-koperasi sebelumnya.  Ia menerbitkan majalah  yang diberi nama  "Cooperator", dan dibagikan secara  cuma-cuma  kepada  seluruh  koperasi  dan  anggotanya  agar  meningkat kesadaran  dan  kecakapannya.  Koperasi  di  masa  William  King  telah  mendekati koperasi modem, karena telah memasukkan unsur ilmu pengetahuan dan teknologi di dalamnya.
  Meskipun telah berupaya dengan sekuat tenaga, namun kurangnya keinsyafan dari kalangan anggota telah menyebabkan kurang berhasilnya perkembangan dengan baik.  Meskipun  demikian,  ada  beberapa  kalangan  yang  juga  mencatat  bahwa berbagai  keberhasilan  koperasi  di  saat  itu  telah  menjadikan  para  pedagang  non koperasi  menjadi  semakin  tidak  suka  kepada  koperasi.  Pedagang  merasa mendapatkan pesaing yang benar-benar harus dilawan. Situasi tersebut telah meningkatkan persaingan yang keras dari para pedagang non  koperasi  terhadap  koperasi.  Sampai-sampai  majikan-majikan  pabrikan  pun membayar upah buruhnya dalam bentuk kupon yang hanya bisa dibelanjakan di tako-tako non koperasi milik majikan pabrikan.
  Koperasi rintisan King memang pada akhimya tak mampu berkembang secara meluas,  namun  bagaimanapun  kegiatan  dan  dorongan  nyata Dr. William King  telah mengukuhkan  lahimya  idealisme  baru  bahwa  kehidupan  yang  baik  ternyata  dapat dicapai dengan berkoperasi. Ia juga berpendapat, bahwa di dalam organisasi koperasi konsumsi  terdapat  jalan  untuk  pembaharuan  sosial  dan  ekonomi.  Dengan  jalan berkoperasi,  menurut  King,  buruh-buruh  akan  terlepas  dari  ketergantungan  dan dengan  menyisihkan  dana  cadangan  dari  keuntungan  secara  terus  menerus  akan memperoleh kekuatan (D. Danoewikarsa, 1977).
  Hal  ini merupakan  hal  yang  paling  menonjol  dalam  perkembangan  koperasi lebih  lanjut.  Semangat  keberhasilan  sebagai  dasar  bagi  berdirinya  suatu  koperasi telah diletakkan oleh Dr. William King. Karena begitu gigih dan besarnya perhatian Dr. William King terhadap koperasi pada  saat  itu,  maka  sementara  kalangan  ada  yang  menyebutnya  sebagai  Bapak Koperasi (D.Danoewikarsa, 1977). Semenjak  itu mulai bermunculan berbagai koperasi konsumsi awal di  Inggris. Termasuk  masyarakat  di  Rochdale,  pada  tahun  1833  sempat  mendirikan  The Rochdale  Friendly Cooperative Society. Namun  koperasi  tersebut  tidak  tahan  lama, antara  lain  karena  koperasi  tersebut  melakukan  pelayanan  secara  kredit  bagi penjualan  barang-barang  konsumsinya  kepada  anggota,  sehingga  modalnya  yang relatif kecil tak kuat menopang kegiatan tersebut. Ada catatan yang menarik bahwa di London, pada tahun 1832, sempat terselenggara Kongres Koperasi.   Seiring  dengan  derap  para  pekerja  pabrik  membangun  berbagai  usaha bersamanya,  pada  tahun  1829,  Bank  Of  Scotland  juga  berimprovisasi  mencoba memberikan  pinjaman  kepada  pemilik  toko,  pengrajin  dan  petani  tanpa  jaminan barang,  tetapi  jaminan  pribadi  dan  karakter  dari  calon  peminjam.  Pendekatan kepercayaan  tersebut berhasil dan di  kemudian hari  telah menjadi  salah  satu dasar pengembangan  koperasi  simpan  pinjam  ala  Raiffeisen  dan  Schulze  Delitzsch  di Jerman.

d.   Tonggak Baru Perkoperasian Di Rochdale
  Rochdale kembali digemparkan ketika pada  tanggal 15 Agustus 1844, dengan dipimpin Charles Howard, 28 orang buruh pelopor dari Rochdale, Manchester, yang terdiri  dari  seorang  perempuan  dan  27  orang  pria,  yang  kesemuanya  adalah  buruh tenun,  telah  sepakat  untuk mendirikan  koperasi. Mereka  telah mempelajari  dengan seksama gagasan dan pemikiran Robert Owen dan William King.
  Demikian juga mempelajari sebab-sebab kegagalan koperasi di masa laIu, dan akhirnya  melalui  berbagai  diskusi  mereka mampu menyepakati  berdirinya  koperasi yang  bertumpu  pada  pokok-pokok  pikiran:  solidaritas,  demokratis,  kemerdekaan, alturisme, keadilan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Mereka  juga  sepakat  bahwa  cara-cara  bekerja  koperasi  dilandasi  oleh  6
(enam) asas-asas koperasi konsumsi, yang kemudian dikenal sebagai prinsip-prinsip koperasi Rochdale tahun 1844 (D.Danoewikarsa, 1977).
  Selanjutnya  disepakati  pula  bahwa  masing-masing  anggota  diwajibkan menyerahkan  240  pence  (bentuk  jamak  dari  penny),  yang  diangsur  tiap minggu  2 pence.  Dengan  demikian  dalam  waktu  120 minggu  kewajiban  tersebut  telah  dapat diselesaikan  oleh  masing-masing  anggota.  Mereka  juga  diwajibkan  menyerahkan modal sebesar satu poundsterling, untuk modal pengembangan usaha.
  Koperasi tersebut diberi nama "The Rochdale Society's Of Equitable Pioneers", yang kemudian didaftarkan pada tanggal 24 Oktober 1844 dan mulai beroperasi pada tanggal  21  Desember  1844.  Koperasi  tersebut  kemudian  dikenal  sebagai  koperasi konsumsi pertama di dunia yang sukses pada masanya. Perkumpulan tersebut bukan lagi sebagai "gemeinschaft", tetapi sudah merupakan "gesellschaft".
  Bahkan  oleh  sementara  kalangan  dianggap  sebagai  sejatinya  koperasi  yang pertama  didirikan  di  dunia  "...it  is  the  origin  of  whole  present  day  cooperative movement...  ", kata Georges Lassere, dalam bukunya Cooperative Enterprises yang telah  diterjemahkan  oleh  Anne  Flamming,  terbitan  Cooperative  Union  Ltd.  1959, dicetak oleh Presse Universitarie de France).
  Bila  pada  saat  pembukaan,  akhir  1844,  "Warung"  koperasi  yang  berlokasi  di Toadlane itu baru mampu menyediakan 25 Kg mentega, 25 Kg gula, 7 karung tepung terigu  yang  terdiri  atas  tiga macam,  dan  dua  katak  lilin  yang  berisi  24  batang  lilin (berdasarkan  data  yang  tersebut  dalam  daftar  inventarisnya), maka  7  (tujuh)  tahun kemudian, yaitu pada  tahun 1851, koperasi  telah mampu mendirikan sebuah pabrik, menyediakan perumahan bagi anggota, mengadakan pelatihan-pelatihan dasar, dan sebagainya. Anggotapun telah berkembang menjadi 5.526 orang pada tahun 1855.
  Sukses  koperasi  tersebut  telah  semakin  mendorong  bergulirnya  semangat berkoperasi ke beberapa wilayah lain di lnggris dan juga ke beberapa negara di Eropa lainnya,  seperti  Jerman,  Negeri  Belanda,  Perancis,  Denmark,  Swedia,  Norwegia, Rusia  dan  beberapa  negara Eropa Timur  lainnya,  bahkan  ke  henna Arnerika, Asia, Afrika dan Australia serta di berbagai pelosok dunia.

 2.  Perancis
  Perancis  pun  tidak  luput  dari  goncangan-goncangan  sosial  ekonomi  sebagai akibat Revolusi lndustri sebagaimana yang dialami oleh Inggris. Kondisi tersebut juga telah  mendorong  beberapa  pemikir  Perancis  seperti  Charles  Fourier,  Louis  Blance dan Ferdinan Lassale tergerak untuk mencari jalan keluar.

a.  Charles Fourier (1772-1837)
  Fourier,  adalah  sosok  seorang  pedagang  yang  tidak  berhasil  dalam mengembangkan  kariernya.  Ia  kecewa  atas  hasil Revolusi Perancis  tahun  1879.  Ia kemudian menyusun  suatu  gagasan  untuk memperbaiki  hidup masyarakat  dengan membentuk  “falanxteres",  yaitu  perkampungan  yang  terdiri  300-400  keluarga  yang bersifat komunal. Jadi tampaknya mirip dengan komunitas yang dibangun oleh Owen di Inggris.
  Falanx  terletak  di  luar  kota  dibangun  di  atas  tanah  seluas  kurang  lebih  150 hektar. Di dalamnya dilengkapi dengan usaha-usaha kerjasama dan usaha lain untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Hanya barang-barang yang tak dapat dihasilkan sendiri, diperoleh dengan barter dengan falanx lain.
  Setiap  hasil  bersama  menjadi  milik  bersama.  Setiap  orang  bekerja  sesuai kemampuan  dan  keahliannya  dan  memperoleh  penghasilan  sesuai  jasanya  dalam proses  produksi  dengan  tidak  mengabaikan  kebutuhan  dan  kelangsungan  hidup masing-masing.
  Namun sejauh  itu, cita-cita  tersebut  tidak dapat diwujudkan dengan sempurna akibat pengaruh liberalisasi yang amat kuat.

b.  Louis Blance (1811-1880)
  Blance,  dalam  buku  Organization  of  Labor  menyusun  gagasan  secara  lebih konkret.  Ia  berpendapat  persaingan  adalah  sumber  dari  keburukan  ekonomi, kemiskinan,  kemerosotan  moral  dan  kejahatan.  Untuk  itu  perlu  dibentuk  ”Atelier Sociaux"  (Social Workshop).  Dalam  perkumpulan  tersebut  ia  ingin mempersatukan produsen-produsen  perorangan  yang  mempunyai  usaha  dalam  bidang  yang  sama (seperti  koperasi  pedesaan  atau  seperti  klaster  usaha,  atau  sentra  industri  kecil). Dengan artelier sociaux, akan dapat dibentuk industri besar.
  Pemerintah memberikan bantuan permodalan dan karenanya pemerintah  juga melakukan  pengawasan  atas  perkumpulan  tersebut.  Pemerintah  diharapkan mengambil prakarsa dalam pembentukan koperasi-koperasi tersebut. Dalam koperasi tersebut diatur upah sama untuk semua, hasil bersih dibagi dalam tiga bagian yaitu (a) untuk membeli perlengkapan baru, (b) untuk menambah upah dan (c) untuk sosial.
  Pada tahun 1884, kaum buruh menuntut pemerintah untuk memenuhi gagasan Louis Blance  tersebut,  dan  pemerintah Perancis mengabulkannya. Namun  koperasi tersebut tidak bisa bertahan lama, karena antara lain kurang teliti menyeleksi anggota, pengurus tidak terampil, dan last but not least, kaum industrialis berusaha keras untuk menggagalkan koperasi tersebut.

c.  Ferdinan Lassale
  Lassale,  adalah  seorang  pemimpin  buruh,  agitator,  juga  politikus,  yang  pada sekitar awal tahun 1850, mencela perbuatan dan kecenderungan kaum kapitalis untuk mengejar  keuntungan  semata,  sehingga  menyebabkan  terjadinya  pembagian pendapatan  yang  tidak merata. Oleh  karenanya  ia menganjurkan  agar  kaum  buruh berusaha melepaskan diri dan masuk dalam satu organisasi buruh serta mendirikan perusahaan sendiri secara kooperatif. 
  Buruh  didorong  untuk  memiliki  pabrik-pabrik,  sehingga  lahirlah  koperasi produksi yang pertama di dunia. Koperasi  ini yang didirikan dan dikelola sendiri oleh kaum buruh.   Dalam perkembangan  lebih  lanjut, gerakan koperasi di Perancis  juga memilki kebanggaan  lain, karena salah satu bank milik koperasi, yaitu Agricole Bank, adalah salah satu bank peringkat atas yang cukup disegani dan diperhitungkan di Perancis dan Eropa.
 3.  Jerman
  Di  Jerman,  sekurang-kurangnya  orang  mengenal  dua  tokoh  besar perkoperasian, yaitu Friederich Wilhelm(F.W.) Raiffeisen dan Herman Schulze Delitzsch.

a. F.W. Raiffeisen (1818-1888)
  Raiffeisen, lahir pada tanggal 30 Maret 1818 di Hamm/Sieg (Westerwald), anak ketujuh dari sembilan bersaudara. Ayahnya seorang petani yang juga pemah menjadi kepala  pemerintahan  lokal  setempat.  Pemuda  Raiffeisen  menempuh  pendidikan militer. Ia pemah bertugas di Cologne, Coblenz dan Sayn.
 Tetapi karena sakit matanya, ia kemudian meninggalkan tugas militernya pada tahun 1843, dan menjadi pegawai sipil biasa. Pada  tahun 1845 setelah memperoleh pendidikan  singkat,  ia  pada  tahun  1845  diangkat  menjadi  kepala  pemerintahan  di distrik Weyerbusch.  Karena  prestasinya  yang  baik,  pada  tahun  1848  ia  mendapat tugas  untuk  memimpin  pemerintahan,  sebagai  major,  atau  setingkat  Walikota,  di distrik  yang  lebih  besar  yaitu  Flammersfeld.  Pada  tahun  1852  ia  memimpin  distrik Heddesdorf, dekat Neuwed.
  Sebagai  anak  petani,  dia  akrab  dengan  kehidupan  petani.  Betapa  sulitnya petani untuk memperoleh kredit dari perbankan pada saat itu dan betapa penderitaan para petani mendapat tekanan dari para pemilik  tanah yang  luas, atau para  landlord. Maka  bertolak  dari  hal-hal  yang  demikian  itulah,  pada  masa  menjadi  Walikota  di Flammersfeld  tahun  1848,  Raiffeisen  mendorong  dan  mendukung  keras  lahirnya koperasi kredit di kalangan petani, yang kemudian dikenal dengan sebutan koperasi kredit model Raiffeisen.  Tatkala  infeksi matanya  kembali  terasa mengganggu  tugas kedinasannya, pada tahun 1865, pada usia 47 tahun dia mengajukan pensiun.
  Mengingat  tanggungan  keluarga  masih  cukup  besar  dan  gaji  sebagai pensiunan  relatif  kecil,  maka  ia  memutuskan  untuk  ikut  terjun  langsung  dalam mengembangkan  koperasi  kredit Raiffeisen. Koperasinya  itu  kemudian  berkembang pesat sebagai  lembaga keuangan yang modem, maju,  luas dan berkembang seperti yang dapat kita saksikan hingga saat ini. Ketika Raiffeisen meninggal dunia, di Jerman telah berdiri tidak kurang dari 425 koperasi  kredit  pedesaan  (Deutscher  Raiffeisenverband  e  V.  Adenauerallee  127 D.53113 Bonn).
 b.  Herman Schultze (1808- 1883)
  Pada  tahun  1849,  Herman  Schultze,  seorang  hakim  di  Delitzsch,  Jerman, menyaksikan  betapa  pengusaha  kecil  dan  pengrajin  kecil  sangat  terdesak  dengan kehadiran para industrialis besar yang semakin maju. Maka ia pun kemudian memberi dorongan kepada para pengusaha, pengrajin dan pedagang kecil di kota-kota untuk mendirikan koperasi kredit. Koperasi kredit di perkotaan ini kemudian dikenal dengan sebutan koperasi kredit ala Schultze Delitzsch.
 c. Perkembangan Lebih Lanjut
  Dalam  perkembangannya,  koperasi  di  Jerman  juga  bergerak  di  bidang agrobisnis, pembuatan roti dan sebagainya. Undang-undang tentang Perkoperasian di Jerman dikeluarkan pada  tanggal 1 Mei 1899, yang kemudian mengalami beberapa kali  amandemen,  antara  lain  pada  masa  rezim  Hitler,  semua  koperasi  diwajibkan menjadi  anggota  Koperasi  Jasa  Audit  (1934).  Pada  tahun  1941,  semua  koperasi konsumen direkonstruksi,  tetapi kemudian dibubarkan. Semua  investasi anggota dan aset koperasi diambil alih oleh The German Labor Front (D.AF). Pemerintahan Militer Sekutu, (The Allied Military Authorities/AMA), memberikan perhatian  kepada  kehidupan  koperasi  di  Jerman  (Barat),  antara  lain  dengan menghapuskan  undang-undang  21  Mei  1935  dan  18  Februari  1941  yang  dinilai merugikan konsumen (Drs.Hendrojogi, 2002).
Selain itu di jerman juga terkenal karena Koperasi krediatau Credit Union atau biasa disingkat CU adalah sebuah lembaga keuangan yang bergerak di bidang simpan pinjam yang dimiliki dan dikelola oleh anggotanya, dan yang bertujuan untuk mensejahterakan anggotanya sendiri.
Koperasi kredit memiliki tiga prinsip utama yaitu:
1) azas swadaya (tabungan hanya diperoleh dari anggotanya)
2) azas setia kawan (pinjaman hanya diberikan kepada anggota)
3) azas pendidikan dan penyadaran (membangun watak adalah yang utama hanya yang berwatak baik yang dapat diberi pinjaman).
Sejarah koperasi kredit dimulai pada abad ke-19. Ketika Jerman dilanda krisis ekonomi karena badai salju yang melanda seluruh negeri. Para petani tak dapat bekerja karena banyak tanaman tak menghasilkan. Penduduk pun kelaparan. Situasi ini dimanfaatkan oleh orang-orang berduit. Mereka memberikan pinjaman kepada penduduk dengan bunga yang sangat tinggi. Sehingga banyak orang terjerat hutang. Oleh karena tidak mampu membayar hutang, maka sisa harta benda mereka pun disita oleh lintah darat. Kemudian tidak lama berselang, terjadi Revolusi industri. Pekerjaan yang sebelumnya dilakukan manusia diambil alih oleh mesin-mesin. Banyak pekerja terkena PHK. Jerman dilanda masalah pengangguran secara besar-besaran. Melihat kondisi ini wali kota Flammersfield, Friedrich Wilhelm Raiffeisen merasa prihatin dan ingin menolong kaum miskin. Ia mengundang orang-orang kaya untuk menggalang bantuan. Ia berhasil mengumpulkan uang dan roti, kemudian dibagikan kepada kaum miskin. Ternyata derma tak memecahkan masalah kemiskinan. Sebab kemiskinan adalah akibat dari cara berpikir yang keliru. Penggunaan uang tak terkontrol dan tak sedikit penerima derma memboroskan uangnya agar dapat segera minta derma lagi. Akhirnya, para dermawan tak lagi berminat membantu kaum miskin. Raiffeisen tak putus asa. Ia mengambil cara lain untuk menjawab soal kemiskinan ini. Ia mengumpulkan roti dari pabrik-pabrik roti di Jerman untuk dibagi-bagikan kepada para buruh dan petani miskin. Namun usaha ini pun tak menyelesaikan masalah. Hari ini diberi roti, besok sudah habis, begitu seterusnya. Berdasar pengalaman itu, Raiffeisen berkesimpulan: “kesulitan si miskin hanya dapat diatasi oleh si miskin itu sendiri. Si miskin harus mengumpulkan uang secara bersama-sama dan kemudian meminjamkan kepada sesama mereka juga. Pinjaman harus digunakan untuk tujuan yang produktif yang memberikan penghasilan. Jaminan pinjaman adalah watak si peminjam.” Untuk mewujudkan impian tersebutlah Raiffeisen bersama kaum buruh dan petani miskin akhirnya membentuk koperasi bernama Credit Union (CU) artinya, kumpulan orang-orang yang saling percaya. Credit Union yang dibangun oleh Raiffeisen, petani miskin dan kaum buruh berkembang pesat di Jerman, bahkan kini telah menyebar ke seluruh dunia.
DZ Bank
Sebuah akronim untuk Deustche Zentralgenossenschaftbank atau Bank Koperasi Sentral Jerman, DZ Bank AG merupakan sebuah bank komersial dan, bersama dengan WGZ-Bank, administrasi pusat untuk sekitar 1,400 bank koperasi mencakup lebih dari tiga perempat semua Volksbank dan Raiffeisenbank (bank koperasi) di Jerman dan Austria, yang juga menggunakan nama AG. Bank koperasi di Jerman diwakili oleh Bundesverband der Deutschen Volksbanken und Raiffeisenbanken (BVR). DZ Bank berbasis di distrik finansial Frankfurt dan merupakan salah satu bank terbesar di Jerman dengan operasi domestik dan global. Bank ini memiliki cabang, subsidiari dan kantor perwakilan di pusat-pusat finansial dan daerah-daerah ekonomi di seluruh dunia.

Sebagai tanah tempat lahirnya koperasi kredit, Jerman memiliki beberapa bank koperasi yang kinerjanya menjulang tinggi. Salah satunya DZ Bank, yang bercokol dalam daftar lima besar bank di Jerman. Sejarah panjang koperasi kredit di Jerman, tidak berhenti sebatas nostalgia yang hanya indah dikenang. Tapi, benar-benar telah menjadi akar kokoh, yang sanggup menopang perkembangan koperasi di sektor perbankan, hingga menumbuhkan bank koperasi yang bisa melayani rakyat. Di level nasional, bank koperasi tersebut memiliki pusat yang bernama Deustche Zentralgenossenschaftbank (DZ Bank) atau Bank Koperasi Sentral Jerman.
Dengan kinerjanya yang menjulang, DZ Bank masuk dalam daftar lima besar bank di Jerman. Jika digabung dengan jaringannya yang terdiri dari 1.250 ribu bank lokal, sekitar 60 persen pangsa pasar kredit di negara berpenduduk 82,5 juta jiwa ini, dikuasai oleh koperasi. Jadi lebih besar dari bank swasta terkenal seperti Deutsche Bank atau Dresdner Bank. DZ Bank sendiri memiliki cabang 14 ribu unit, yang tersebar di seantero Jerman. DZ Bank telah menjelma sebagai grup bisnis keuangan raksasa, mema­yungi sejumlah lembaga keuangan lain, termasuk perusahaan investasi. Lingkup bisnis yang berkantor pusat di distrik finansial Frankfurt ini, sesungguhnya sudah jauh menjangkau skala global, antara lain dengan membuka cabang di sejumlah kota penting dunia, seperti New York, London, Moskow, Milan, Istambul, Luxemburg, Budapest, Dublin, Madrid, Warsawa, Zurich, bahkan di Hongkong dan Singapura. Pada 2007, bank kope­rasi ini mampu mencetak keuntungan sebesar 1 miliar euro.
Namun, yang lebih penting dari pencapaian kinerja ekonomi, bank ko­pe­rasi di Jerman sesungguhnya telah me­mainkan peran sangat vital dalam kebangkitan ekonomi negeri ini, yang nyaris hancur lebur setelah kekalahannya dalam Perang Dunia II dan perang saudara. Ketika itu, aroma kemiskinan menyengat di mana-mana. Proses recovery ekonomi memang dilakukan dengan gencar. Namun, faktor penting yang memungkinkan proses tersebut berjalan mulus dengan hasil yang mencengangkan, adalah kiprah bank koperasi, yaitu Volksbank dan Raiffeisenbank, yang memang sudah mengakar kuat di masyarakat. Merekalah yang setia memenuhi kebutuhan rakyat, sehingga keadaan ekonominya bisa kembali pulih secara mandiri, sesuai dengan misi yang diusung: “Bringing people or companies together to achieve their goals”. Jadi, pemerintah tidak terlalu repot lagi, karena bisa memfokuskan program recovery-nya di tingkat makro saja. Peranan bank koperasi di daerah-daerah pedesaan Jerman, tidak pernah tergantikan ­­—apalagi tergusur­— oleh bank swasta, meskipun kemudian Jerman berkembang menjadi negara industri dengan basis liberalisme murni, layaknya negara Eropa Barat. Kontribusinya dalam menciptakan negara kesejahteraan (welfare state) sangat besar, terutama menyangkut peningkatan kese­jahteraan ekonomi secara merata hingga ke pelosok desa.
Sebagai bank sentral koperasi, DZ Bank memang bergerak layaknya bank swasta. Namun, dana dan keuntungan yang berhasil dihimpunnya, sebagian disalurkan ke masyarakat pedesaan, melalui bank koperasi yang menjadi anggotanya. Bank swasta di Jerman, bukannya tidak ada yang mau bermain di tingkat pedesaan dan melayani nasabah kecil. Deutsche Bank, yang termasuk bank terbesar itu, bahkan pernah mempunyai devisi khusus. Namun, bank swasta akhirnya tak berdaya ketika harus bersaing dengan jaringan bank koperasi yang sangat luas.
Di Jerman, bank koperasi memang sudah sangat dekat dengan masyarakat, lantaran memiliki akar sejarah panjang, dengan rentang 125 tahun. Dalam kurun waktu selama itu, bank koperasi selalu “mendampingi” rakyat Jerman, terutama dari kalangan menengah bawah, baik di masa krisis maupun dalam masa pening­katan kemampuan ekonomi. Misi “menghantarkan masyarakat atau perusahaan dalam mencapai tujuannya”, memang diwujudkan dalam program nyata, bukan sekadar bahasa iklan.
Di samping memiliki akar sejarah yang panjang, kemampuan bank koperasi di Jerman untuk bertahan dan berkembang hingga saat ini, juga diakibatkan oleh kemampuannya melakukan adaptasi terhadap perubahan yang terjadi, hingga tetap mampu menghadapi persaiangan yang dari masa ke masa kian ketat. Namun, perubahan yang terjadi pada bank koperasi Jerman, tetap membentuk sebuah untaian yang tidak terputus. DZ Bank sendiri baru terbentuk pada 2001, sebagai hasil merger antara dua bank koperasi besar, yaitu GZ Bank dan DG Bank.
Di Jerman, koperasi merupakan orga­nisasi ekonomi paling besar, de­ngan jumlah anggota secara keseluruhan se­kitar 20 juta orang. Bank koperasi sendiri memiliki anggota sebanyak itu 16 juta orang, dan mempekerjakan 190 ribu orang. Tidak semua bank koperasi berafiliasi pada DZ Bank. Bank koperasi yang masuk dalam jaringan DZ Bank, sekitar tiga per empat dari jumlah kese­luruhan.
Setelah sukses merambah sejumlah negara Eropa dan Amerika, sekarang ini DZ Bank siap mengepakkan sayapnya di wilayah Asia. “Ekonomi Asia sangat prospektif, karena sedang mengalami pertumbuhan luar biasa,” ujar Heinz Hilget, Deputy CEO DZ Bank. Ekspansi ke wilayah Asia, didukung oleh pembentukan kantor cabang, yang sudah ada di sejumlah negara, yaitu Jepang, Hongkong, India, China (Beijing dan Shanghai), dan Singapura. Khusus untuk langkah-langkah ekspansi ke Asia ini, DZ Bank telah membentuk tim handal berkekuat­an 25 orang, yang dipimpin Mahmood Jumabhoy, dengan basis di Singapura.
Boleh jadi, kelak, DZ Bank akan ma­suk ke Indonesia, seperti Rabbo Bank, bank koperasi dari Belanda. Namun, ia tetap akan bergerak seperti perusahaan swasta biasa, seper­ti yang dilakukan di berbagai negara lain di luar Jerman selama ini.


 4. Belanda
Di  Negeri  Belanda,  orang  mula-mula  mendirikan  koperasi  konsumsi,  untuk menyediakan  keperluan  sehari-hari.  Tetapi  kemudian meluas  dan muncul  beberapa jenis atau nama koperasi.
Di  Rotterdam  pada  tahun  1860,  persatuan  buruh,  Nederlandsch  Werkman, mendirikan  perkumpulan  toko.  Tetapi  karena  modalnya  kecil,  tempat  tinggal  buruh relatif  tersebar, dan anggota kurang, perhatian dan kurang partisipasinya pada  toko, akhirnya toko itu pun tidak dapat berkembang.
Hal yang sama juga berlaku pada buruh di Amsterdam, yang pada tahun 1866, dibawah pimpinan N.G .Pierson mendirikan perkumpulan toko. Tidak kurang dari 2000 buruh menyatakan bersedia menjadi anggota  (D. Danoewikarsa, 1977). Tetapi pada waktu  toko  dibuka jarang  orang  datang  untuk melakukan  pembelian. Dan  akhirnya pada penghujung akhir tahun 1866 dibubarkan. Pada tahun 1865 dibentuk komisi yang terdiri dari 10 orang, di antaranya Dr. S. Sarpathi dan N.G. Pierson, dengan tugas mempelajari masalah koperasi. Setelah  itu  berdirilah  koperasi  di  Utrecht,  Voorschoten,  Leeuwaarden, Heerenveen dan Den Haag. Berawal dengan mengembangkan usaha simpan pinjam, kemudian  merambah  ke  usaha  konsumsi.  Lambat  laun  kaum  buruh  menganggap betapa  pentingnya  koperasi  bagi  kesejahteraan  buruh,  dan  kemudian  organisasi buruh di negeri Belanda membahas secara khusus masalah perkoperasian  tersebut.
Di  tahun  1873  di  Utrecht  diselenggarakan  kongres,  yang  keputusannya  antara lain menganjurkan  agar  kaum  buruh  berkoperasi  menurut  cara  orang-orang  Rochdale. Meskipun koperasi sudah menjadi perhatian masyarakat, namun koperasi pada saat itu masih dianggap sebagai perkumpulan bantuan sosial (D.Danoewikarsa, 1977). Tahun  1876  pemerintah  Belanda  menetapkan  Undang-undang  koperasi pertama pada  tanggal 17 Nopember 1876, staatsblad nomor 227. Undang-undang  ini kemudian diubah dengan Undang-Undang Koperasi,  tanggal28 Mei 1925, Staatsblad nomor 204. Meskipun demikian banyak koperasi yang didirikan setelah  tahun 1876,  tetapi tidak  menggunakan  undang-undang  tersebut,  melainkan  menggunakan  undang-undang  tentang persekutuan dan yayasan (Company And Societies Act,  tahun 1855, yang  sebelumnya  juga  dijadikan  dasar bagi  pendirian  koperasi)  karena  alasan  lebih mudah dan murah. Dalam perkembangan  lebih  Ianjut, beberapa  kalangan berpendapat bahwa di Negeri Belanda,  ternyata  perusahaan  besar  susu  Frisian  Flag  (Susu Cap Bendera) ternyata  juga dimiliki oleh koperasinya para peternak sapi perah dan dikelola secara kooperatif. Bahkan sebuah bank yang cukup besar dan memiliki reputasi internasional milik masyarakat koperasi di negeri Belanda, yaitu Rabbo Bank,  juga dikelola secara modern. 
 5. Denmark
Perintisan  koperasi  di  Denmark  didorong  oleh  bangkitnya  petani  yang tergabung  dalam  perkumpulan  petani  kerajaan Denmark  yang  didirikan  pada  tahun 1709.  Pada  tahun  1800,  beberapa  orang  dermawan  mendirikan  "Spare  Casse". Semacam bank tabungan untuk petani. Hingga tahun 1886, di seluruh Denmark telah berdiri 496 spare casse.
Menghadapi turbulensi ekonomi akibat krisis keuangan global, koperasi peternak Denmark ini sempat terguncang. Namun, segera bangkit lagi karena struktur koperasi yang kokoh.

Denmark adalah negeri kecil di Kawasan Skandinavia, Eropa, yang tingkat kesejahteraan penduduknya masuk dalam jajaran paling baik di seantero bumi.Total luas Denmark hanya 43.094 km², dihuni oleh oleh 5.447.084 penduduk. Meskipun kecil, Denmark terbilang negara industri maju di Eropa, dengan produk nasional bruto rata-rata berada di barisan depan dunia.
Negeri yang pemerintahannya menganut sistem monarki ini, memang tidak memiliki banyak sumberdaya alam. Kecuali minyak dan gas alam, cadangan tambang lainnya tidak banyak. Batu bara semuanya diimpor. Namun, penduduk Denmark berhasil menggenjot sektor pertanian, peternakan, perikanan dan pengolahan bahan makanan. Semuanya dikelola dengan skala besar, dalam sebuah industri, yang umumnya digarap oleh koperasi.
Perkumpulan buruh tani Denmark, pada tahun 1857 mengusulkan didirikannya pabrik  susu  bersama.  Perusahaan  ini  belum  bisa  disebut  koperasi  dan  tidak  pula bernama koperasi. Tetapi semangat keja sarna yang sangat kuat di kalangan petani sendiri merupakan dasar terbentuknya Koperasi Tani. Sekitar  tahun  1852  lahir  koperasi  peternakan  yang  pertama,  yang  dalam perkembangannya  kemudian memiliki  pabrik  susu,  keju, mentega  dan  sebagainya. Koperasi  tersebut  juga  telah  berhasil  memproduksi  keju  yang  sangat  terkenal  di pasaran Eropa, Amerika dan Jepang, yaitu yang disebut dengan blue cheese. Di  Denmark  juga  berkembang  koperasi  perikanan  yang  besar.  maju  dan modern.  Di  Thiested  (Jutland),  pastor  Hans  Cristian  dan  Dr.  F.  Urlich,  telah memelopori  berdirinya  koperasi-koperasi  di  kalangan  kaum  buruh,  yang  pada umumnya mencontoh keberhasilan koperasi di Inggris.
Danish Crown, adalah salah satu koperasi peternak paling terkemuka di Denmark. Koperasi ini menghimpun peternak babi dan sapi potong. Khusus untuk daging babi, Danish Crown mempunyai industri pengolahan kedua terbesar di dunia, dan nomor wahid di Eropa. Kalau indikatornya bergeser pada volume ekspor, Danish Crown duduk di singasana paling tinggi seantero dunia. Untuk ke Jepang saja, nilai ekspor Danish Crown sanggup mendongkrak nilai perdagangan Denmark dengan Jepang, Surplus. Setiap tahun, sekitar 6 sampai 7 miliar ton produk Danish Crown, diekspor ke Jepang. Nilainya. setara dengan total impor berbagai barang dari Negeri Matahari Terbit itu selama dua tahun. Tapi, Jepang hanya salah satu contoh saja. Uni Eropa, Rusia sampai Amerika Serikat, juga menjadi langganan empuk ekspor Danish Crown.
Data paling mutakhir menunjukkan, roda bisnis Danish Crown mampu berputar dengan turnover 6,3 miliar Euro (lebih dari Rp 91 triliun) per tahun. Di kalangan konsumen, seluruh produk Danish Crown sudah lama dikenal karena kualitasnya yang istimewa, sehingga mereka rela merogoh kantong lebih dalam dibanding membeli produk sejenis dari perusahaan lain. Untuk daging saja, misalnya, standar pemotongannya ada 200 jenis. Setiap potongan benar-benar seragam, baik bentuk, berat maupun kualitasnya. Pencapaian bisnis Danish Crown hingga menjulang tinggi, sejatinya merupakan proses yang belangsung lebih dari satu abad. Koperasi ini sudah terbentuk sejak 1887. Empat puluh tahun kemudian, koperasi sudah memiliki tempat pemotongan babi yang tersebar di seluruh Denmark.Lompatan besar, terjadi pada 1960. Untuk memperbesar kapasitas produksi, memperluas pasar dan pengembangan bisnis, Danish Crown melakukan merger dengan koperasi peternak babi lainnya di Denmark. Langkah ini, terbukti jitu. Industri sejenis yang digerakkan swasta, benar-benar kepepet. Banyak di antaranya yang harus tutup buku dengan sinyal darurat. Hasilnya, koperasi menguasai 94 persen produksi daging babi di Denmark. Koperasi juga mulai merangkul peternak sapi potong sebagai anggota. Saat ini, jumlah anggota Koperasi
Danish Crown tercatat 12,5 ribu orang. Semuanya peternak babi dan sapi, yang tersebar di seluruh Denmark. Selain berhak memilih jajaran manajemen, anggota koperasi juga mempunyai perwakilan yang duduk dalam sebuah komite. Sebagai perusahaan, Danish Crown memiliki dua perusahaan induk, yaitu Pork Division dan Beef Division. Di dua perusahaan induk ini, karyawan yang dipekerjakan mencapai 10,5 ribu orang. Di bawahnya, ada tujuh perusahaan yang terdiri dari Tulip Food Company, Tulip Ltd (beroperasi di Inggris), Sokolow, Plumrose (beroperasi di AS), Ess-Food, Dat-Schaub a.m.b.a. dan Scan Hide. Total karyawan di tujuh perusahaan ini, 25 ribu orang. Sempat Oleng Sebagai perusahaan yang telah mencapai skala raksasa, Danish Crown sempat oleng terkena dampak krisis global lantaran daya serap pasar melembek. Jumlah produksi turun drastis, dan 1.600 karyawan dirumahkan, sebagai bagian dari langkah efisiensi yang dilancarkan secara ketat. Puncak kegoyahan ini terjadi pada November 2008.
“Ini memang keputusan berat. Tapi kami percaya, setelah krisis berlalu, Danish Crown bakal kembali ke puncak kinerjanya, karena kami koperasi yang memiliki struktur kuat,” ujar Direktur Utama Danish Crown Kjeld Johannesen, “Industri sejenis non-koperasi, keadaannya jauh lebih parah.”
Dengan basis anggota yang kuat, Danish Crown masih bisa menjalankan beberapa perusahaan inti, terutama berupa pengolahan dan penjualan daging dari anggota. Perusahaan yang agak terganggu, adalah yang sifatnya sebagai pendukung, atau diversifikasi dari bisnis utama Danish Crown.
Terbukti, dengan mengandalkan bisnis inti (yang berhubungan dengan anggota) saja, Danish Crown bisa meredam guncangan akibat krisis keuangan global. Hanya dalam waktu satu bulan, sudah bisa kembali ke jalur pertumbuhan, meskipun kecepatannya baru 6 persen. Karena industri sejenis di Eropa, terutama yang dikelola swasta, banyak yang bergelimpangan, di masa yang akan datang besar kemungkinan Danish Crown bakal lebih mendominasi perdagangan daging olahan, khususnya di Eropa.
Perkasa karena Basis Anggota Di Eropa, keperkasaan koperasi di hadapan perusahaan swasta, bukan sesuatu yang luar biasa. Termasuk Koperasi Danish Crown yang berbasis di Denmark. Koperasi yang beranggotakan peternak babi dan sapi potong ini, bukan hanya sanggup menyingkirkan industri swasta sejenis di negaranya, tetapi juga menjelma menjadi salah satu yang terbesar di daratan Eropa. Sama seperti koperasi rakasasa Eropa lainnya, kehebatan Danish Crown dalam mengembangkan bisnisnya bukan semata-mata karena manajemen yang canggih, tetapi juga lantaran tidak pernah bergeser pada basisnya, yaitu anggota. Mereka memang memang bukan peternak kelas teri, karena umumnya mempunyai usaha ternak skala menengah dan besar.Para peternak itu merasa perlu berkoperasi bukan hanya karena secara tradisional koperasi sudah akrab dalam kesehariannya, tetapi juga untuk tujuan ekonomi yang lebih strategis. Mulai dari efisiensi sampai ekspansi pasar.Sejak 1887, Danish Crown mengawal para peternak untuk mencapai tujuan peningkatan kesejahteraannya. Dalam setiap penggal sejarah berkoperasi yang begitu panjang, selalu ada peningkatan pencapaian. Setiap pencapaian berupa peningkatan kinerja bisnis koperasi, selalu berbanding lurus dengan peningkatan usaha ternak anggotanya. Bahkan, bisa dikatakan, perkembangan bisnis Danish Crown hingga saat ini, merupakan refleksi dari perkembangan usaha ternak anggotanya. Kendati skala bisnis Danish Crown makin luas hingga menjadi industri dengan jangkauan global, akses anggota terhadap kebijakan strategis koperasi –termasuk seluruh unit bisnisnya—tidak berkurang. Di koperasi, anggota memiliki perwakilan (pengurus dan komite), yang pengaruhnya sangat kuat, termasuk dalam mengangkat dan memberhentikan para petinggi manajemen. Proses pengambilan keputusan oleh anggota, termasuk dalam memilih pengurus dan komite, dilakukan secara berjenjang, hingga tingkat distrik. Di samping anggota, karyawan koperasi juga menempatkan wakilnya di kepengurusan. Ini berarti, karyawan pun ditempatkan secara terhormat.
Sebagai pengusaha ternak, anggota Danish Crown sangat rasional. Mereka, misalnya, tidak keberatan melakukan merger dengan koperasi sejenis di Denmark, untuk memperluas skala usaha. Aturan main yang mengatur hubungan anggota dengan koperasi, dibuat dalam anggaran rumah tangga yang berisi pasal-pasal cukup rinci. Semuanya mempunyai konsekuensi hukum yang jelas, sehingga baik anggota maupun koperasi bisa menjalankan hak dan kewajibannya secara konsisten. Bagi koperasi, yang telah menjelma menjadi industri skala raksasa dengan membawahi sederet perusahaan, bergerak dengan kesetiaan pada basis anggotanya, secara bisnis juga sangat menguntungkan. Misalnya, perusahaan-perusahaan milik koperasi itu, mendapat jaminan pasokan daging dengan mutu terjamin. Bahkan, dukungan permodalan dari anggota pun, sangat besar sehingga mengurangi ketergantungan pada kredit dari perbankan. Karena itulah, Danish Crown mampu bertahan ketika gelombang krisis keuangan global banyak menghempas dunia industri. (Amin Sinarjo Saif al-islami).
Kemajuan koperasi yang bergerak di dunia ritel barang-barang konsumsi yang merata di hampir seluruh strata wilayah, sungguh mengagumkan. Koperasi-koperasi tersebut dibangun oleh serikat-serikat pekerja di pedesaan dan perkotaan dan benar-benar  terjalin  suatu  jaringan  usaha  pertokoan  yang  berbasis  koperasi.  Hampir sepertiga penduduk  Denmark  adalah  anggota  koperasi.  Lebih  dari  40  persen  dari  seluruh penduduk  Denmark,  membeli  .keperluan  sehari-harinya  dari  koperasi (D.Danoewikarsa, 1977). Kemajuan-kemajuan  koperasi  di  Denmark.  beberapa  tahun  kemudian, menjadikan  Denmark  semacam  contoh  citra  koperasi  yang  baik,  maju  dan berkembang.  Bahkan  Dr.  Moh.  Hatta,  bapak  Koperasi  Indonesia,  pada  suatu  saat pernah menyebut Denmark sebagai negara dan bangsa koperasi. Perintisan koperasi di  Denmark  juga  tidak  terlepas  dari  peran  NVS  Grundtwig  (  1783-1872),  seorangteolog,  pendiri  Sekolah  Tinggi  Rakyat,  yang  telah  mendorong  antusiasme  rakyat ternadap koperasi. Meskipun demikian patut dicatat, bahwa Denmark termasuk salah satu negara yang  tidak memiliki Undang-Undang Koperasi secara khusus. Tetapi berbagai aspek kehidupan  koperasi,  diatur  dan  dicakup  secara  cukup  dalam  beberapa  undang-undang lain, seperti Undang-Undang tentang Perseroan (Joint Stock Companies Act), Undang-Undang Perpajakan dan sebagainya.
B.  PERKEMBANGAN KOPERASI DI ASIA
  Sebenarnya koperasi didirikan dengan gagasan Robert Owen (1771-1858), yang menerapkannya pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark, Skotlandia. Pada tahun 1786–1865 Gerakan koperasi ini dikembangkan lebih lanjut oleh William King dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1 Mei 1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama The Cooperator, yang berisi berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan menggunakan prinsip koperasi. Melalui gerakan ini akhirnya koperasi berkembang di negara-negara lainnya diasia seperti jepang,singapura dan Indonesia.


1.      Sejarah perkembangan koperasi di Indonesia
  Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Tujuan koperasi adalah untuk mensejahterakan anggotanya.
  Di Indonesia sendiri awalnya koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896 dengan mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Dalam mendirikan koperasi tersebut beliau menggunakan uang pribadinya untuk modal koperasi. Koperasi tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya ditiru oleh Boedi Oetomo dan SDI. Namun pada saat itu koperasi sempat mengalami kendala yang menyebabkan banyak koperasi yang berjatuhan karena tidak mendapat izin koperasi dari belanda.
Akan tetapi pada tahun 1933 koperasi menjamur kembali bersamaan dengan dikeluarkannya UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat.
Setelah Indonesia merdeka, Koperasi berfungsi untuk mendistribusikan keperluan masyarakat sehari-hari di bawah Jawatan Koperasi, Kementerian Kemakmuran. Pada tahun 1946, berdasarkan hasil pendaftaran secara sukarela yang dilakukan Jawatan Koperasi terdapat sebanyak 2.500 buah koperasi. Koperasi pada saat itu dapat berkembang secara pesat.
Koperasi di Indonesia, pada awal kelahirannya, memang berkiblat pada model koperasi Raiffeisen, seperti ditunjukkan dalam sistem kerja Hulp En Spaar Bank Der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren yang berdiri pada 1895. Namun, embrio koperasi ini, dalam perkembangannya, lebih condong menjadi cikal bakal Bank BRI, yang nota bene milik pemerintah.
 pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia. Sejak dikenalkannya koperasi pada tahun 1896 akhirnya koperasi berkembang dari waktu ke waktu sampai sekarang. Perkembangan koperasi di Indonesia mengalami pasang naik dan turun dengan titik berat lingkup kegiatan usaha secara menyeluruh yang berbeda-beda dari waktu ke waktu sesuai dengan iklim lingkungannya.
Jikalau pertumbuhan koperasi yang pertama di Indonesia menekankan pada kegiatan simpan-pinjam (Soedjono 1983,) maka selanjutnya tumbuh pula koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang konsumsi dan dan kemudian koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang untuk keperluan produksi. Perkembangan koperasi dari berbagai jenis kegiatan usaha tersebut selanjutnya ada kecenderungan menuju kepada suatu bentuk koperasi yang memiliki beberapa jenis kegiatan usaha. Koperasi serba usaha ini mengambil langkah-langkah kegiatan usaha yang paling mudah mereka kerjakan terlebih dulu, seperti kegiatan penyediaan barang-barang keperluan produksi bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam ataupun kegiatan penyediaan barang-barang keperluan konsumsi bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam dansebagainya.
Kemudian pada tahun 1908 Boedi Oetomo menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga. Demikian pula Sarikat Islam yang didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi yang bergerak di bidang keperluan sehari-hari dengan cara membuka took - toko koperasi. Perkembangan yang pesat dibidang perkoperasian di Indonesia yang menyatu dengan kekuatan social dan politik menimbulkan kecurigaan Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karenanya Pemerintah Hindia Belanda ingin mengaturnya tetapi dalam kenyataan lebih cenderung menjadi suatu penghalang atau penghambat perkembangan koperasi. Dalam hubungan ini pada tahun 1915 diterbitkan Ketetapan Raja no.431yang berisi antara lain:
a.       Akte pendirian koperasi dibuat secara notarial.
b.      Akte pendirian harus dibuat dalam Bahasa Belanda.
c.       Harus mendapat ijin dari Gubernur Jenderal dan memerlukan biaya meterai f 50.
Pada akhir Rajab 1336H atau 1918 K.H. Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang mendirikan koperasi yang dinamakan “Syirkatul Inan” yang beranggotakan 45 orang. Yang bertindak sebagai ketua sekaligus sebagai manager adalah K.H. Hasyim Asy ‘ari. Sekretaris I dan II adalah K.H. Bishri dan Haji Manshur. Sedangkan bendahara Syeikh Abdul Wahab Tambakberas di mana branndkas dilengkapi dengan 5 macam kunci yang dipegang oleh 5 anggota. Mereka bertekad, dengan kelahiran koperasi ini unntuk dijadikan periode “nahdlatuttijar” . Proses permohonan badan hukum direncanakan akan diajukan setelah antara 2 sampai dengan 3 tahun berdiri. Berbagai ketentuan dan persyaratan sebagaimana dalam ketetapan Raja no 431/1915 tersebut dirasakan sangat memberatkan persyaratan berdiriya koperasi. Dengan demikian praktis peraturan tersebut dapat dipandang sebagai suatu penghalang bagi pertumbuhan koperasi di Indonesia, yang mengundang berbagai reaksi. Oleh karenanya maka pada tahun 1920 dibentuk suatu ‘Komisi Koperasi’ yang dipimpin oleh DR. J.H. Boekeyang diberi tugas neneliti sampai sejauh mana keperluan penduduk Bumi Putera untuk berkoperasi. Selanjutnya didirikanlah Bank Rakyat ( Volkscredit Wezen ) berkaitan dengan masalah Peraturan Perkoperasian, maka pada tahun 1927 di Surabaya didirikan “Indonsische Studieclub” Oleh dokter Soetomo yang juga pendiri Boedi Oetomo, dan melalui organisasi tersebut beliau menganjurkan berdirinya koperasi. Kegiatan serupa juga dilakukan oleh Partai Nasional Indonesia di bawah pimpimnan Ir. Soekarno, di mana pada tahun 1929 menyelenggarakan kongres koperasi di Betawi. Keputusan kongres koperasi tersebut menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemakmuran penduduk Bumi Putera harus didirikan berbagai macam koperasi di seluruh Pulau Jawa khususnya dan di Indonesia pada umumnya.










BAB III
PENUTUP
A.     KESIMPULAN
Sebenarnya koperasi sudah ada berdasarkan gagasan Robert Owen (1771-1858), yang menerapkannya pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark, Skotlandia. Namun Pada tahun 1786–1865 Gerakan koperasi ini dikembangkan lebih lanjut oleh William King dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1 Mei 1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama The Cooperator, yang berisi berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan menggunakan prinsip koperasi. Melalui gerakan ini akhirnya koperasi berkembang di negara-negara lainnya diasia seperti jepang, singapura dan Indonesia.

B.     SARAN
Dalam kotak saran ini penulis mengajak pembaca terlibat dalam proses perbaikan makalah ini. KarenaDalam penulisan makalah ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan tepat waktu dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati menerima dan berharap keterlibatan pembaca dengan bersedia memberikan masukan, saran dan usul sebagai langkah verifikasi dan perbaikan makalah ini.
info lebil lengkap hubungi; aminsinarjo@gmail.com/085654696659