Berdasarkan
skala Ekonomi dan pasar bebas dan industrisasi Jepang merupakan negara ketiga terbesar didunia setelah Amerika Serikat dan Cina dalam
istilah paritas daya
beli internasional.
Ekonominya sangat efisien dan
bersaing dalam area yang berhubungan ke perdagangan
internasional, meskipun produktivitas lebih rendah di bidang agriklutur, distribusi, dan pelayanan.
Setelah mencapai pertumbuhan ekonomi tertinggi di
dunia dari 1960-an ke 1980-an, ekonomi Jepang merosot secara drastis pada
awal 1990-an, ketika "ekonomi
gelembung"
jatuh. Persediaan kepemimpinan industri dan teknisi, pekerja yang berpendidikan
tinggi dan bekerja keras, tabungan dan invesatasi besar dan promosi intensif
pengembangan industri dan perdagangan internasional telah membuat ekonomi
industri jepang matang sebagai salah satu kekuatan ekonomi dunia hingga sampai
saat ini.
Jepang bukanlah negara yang memiliki sumber daya alam
yang berlimpah bahkan bisa di bilang rendah, tetapi perdagangan internasional mampu
menghidupi negara yang memiliki basis industri terbesar, terkuat, bahkan
berkembang sebagai basis modernisasi industri dengan inovasi dan teknologi
mutakhir.
Meskipun prospek ekonomi jangka panjang Jepang masih
bagus, namun sekarang jepang berada dalam resesi terburuknya sejak Perang Dunia
II. Harga saham sektor properti adalah yang
paling mencolok akibat
kekehawatiran akan bencana alam dan tsunami, menandai akhir dari "ekonomi busa" 1980-an. GDP riil di
Jepang tumbuh rata-rata sekitar 1%
antara 1991-98, dibandingkan
dengan 1980-an sekitar 4%. Pertumbuhan di Jepang pada dekade
ini lebih rendah dari pertumbuhan negara maju lainnya. Jepang memasuki masa
resesi pada awal millenia, dimulai
oleh resesi di Amerika Serikat, tetapi sejak 2003
telah mulai tumbuh kembali dengan kuat dan pada 2004 menikmati pertumbuhan tertinggi sejak 1990.
Sejumlah tiga
perempat (3/4) dari total penghasilan ekonomi Jepang berasal dari sektor
jasa. Industri utama sektor jasa di Jepang berupa bank, asuransi, realestat, bisnis eceran, transportasi, dan telekomunikasi. Mitsubishi UFJ, Mizuho, NTT, TEPCO, Nomura, Mitsubishi Estate, Tokio Marine, Japan Railway, Seven & I, dan Japan
Airlines adalah
nama-nama perusahaan Jepang yang termasuk perusahaan terbesar dunia. Kebijakan
Pemerintah Jepang di masa Perdana Menteri Junichiro
Koizumi melakukan
swastanisasi Japan Post. Enam keiretsu utama terdiri dari grup Mitsubishi, Sumitomo,Fuyo, Mitsui, Dai-Ichi Kangyo, dan Sanwa. Sejumlah 326 perusahaan
Jepang berada dalam daftar Forbes Global
2000 atau 16,3% dari total perusahaan dalam
daftar Forbes Global 2000 pada tahun
2006.
Dari data kuantitatif
diatas mengambarkan bertapa besar, kuat,
dan stabilnya salah satu negara di dunia yang berbasis industri yaitu
jepang, sehingga menarik perhatian banyak kalangan ekonom, negarawan dan
pengusahapun kepincut untuk mengadopsi sistem yang diterapkan oleh jepang dalam
membangun ekonomi berbasis industri bukan hanya dari bentuk management proses produksi tetapi juga teknologi dan aplikasi dalam upaya memodernisasi industri.
Dalam proses produksi misalnya jepang terkenal sebagai
basis industri yang paling menekankan pada tingkat efesiensi dan efektifitas dalam setiap aktivitas industri yang
terkenal dengan istilah zero defect atau
cacat nol, ataupun istilah just in time
adalah kedua istilah yang menggambarkan tingginya efesinsi dan efektifitas
dalam setiap sistem produksi made in
jepang, dengan meniadakan cacat
produksi dan produksi berbasis
permintaan secara otomatis ekonomi
biaya tinggi (cost not estimate) dapat diminimalisasi apalagi didukung
dengan jaringan dan infrastruktur
tranportasi yang memadai sehingga harga pokok produksi lebih rendah
dibandingkan produk dari negara lain yang sejenis, dikarenakan keberhasilan
mereka menghindari cost not estimate, sehingga produk jepang mampu bersaing
pada tingkat harga, apalagi ditambah dengan ketatnya standar kualitas yang di
terapkan oleh management dan pemerintah jepang mambuat produk jepang seolah
tidak hanya di buat untuk bersaing di tingkat regional antar industri dalam
negeri namun juga dipersipkan secara matang untuk mendapatkan tempat didalam
persaingan pasar bebas global pada sisi pertimbangan harga dan kualitas yang
mempuni.
Teknik manufaktur Jepang, sebagai daerah praktek
berpengaruh dan bernilai filosofi,
muncul di era II pasca-Perang Dunia dan mencapai puncak keunggulan mereka pada
1980-an. Banyak adaptasi dari metode Jepang, dan memang, kosakata
manufaktur Jepang, telah membuat jalan mereka ke dalam operasi manufaktur AS
dan seluruh dunia. Karakteristik yang membedakan berhubungan dengan
manufaktur Jepang mencakup penekanan pada merancang proses untuk mengoptimalkan
efisiensi dan komitmen yang kuat terhadap kualitas.
Mungkin yang paling dikenal kumpulan teknik manufaktur
Jepang adalah apa yang dikenal sebagai Toyota
Production System (TPS), inti dari yang just-in-time
(JIT) produksi atau biasa disebut lean
manufacturing. Para pelopor dari metode ini adalah Taiichi Ohno, mantan eksekutif Toyota,
dan Shigeo Shingo, seorang insinyur
terkemuka dan konsultan. Pada tahun 1989 bukunya The Studi Toyota
Production System dari Teknik Industri Perspektif, Shingo
mengidentifikasi fitur dasar TPS:
1. Ini mencapai pengurangan biaya dengan menghilangkan
limbah, baik itu waktu staf, bahan, atau sumber daya lainnya.
2. Ini mengurangi kemungkinan kelebihan dengan
mempertahankan persediaan rendah ("nonstock") dan membuat biaya
tenaga kerja yang rendah dengan menggunakan tenaga kerja minimal.
3. Ini mengurangi waktu siklus produksi secara drastis
dengan inovasi seperti Bursa Single-Minute of Die (SMED) sistem, yang memotong
downtime dan memungkinkan produksi kecil-banyak.
4. Ini menekankan bahwa pesanan produk harus membimbing
keputusan produksi dan proses, sebuah praktek yang dikenal sebagai produksi
berbasis pesanan.
Pada saat ini pasar utama produknya adalah
negara-negara tetangganya diregional asia
yang menunjukan trend positif semenjak
1998, mangement dan pemerintah jepang sangat peka dalam menaggapi trend
positif yang terjadi di regional asia, ditambah dengan lesunya perekonomi yang melanda
berbagai negara regional uni eropa dan
amerika membuat jepang begitu serius
membidik pangsa pasar asia sebagai akibat dari potensi peralihan ekonomi
dari barat menuju ke timur yang di tandai dengan kemunculan tetangga dan sahabat komunisnya yaitu cina
yang menjadi negara dengan skala ekonomi terbesar di dunia dan dalam persfektif
makro memang dapat di baca karena investor yang biasanya bermain di perekonomi
barat mengalihkan dananya ke perekonomian dunia timur terbukti mampu mengangkat
citra bursa asia di pasar modal sehingga dapat di pastiakan skala ekonomi dunia
timur mulai bertumbuh, dan hebatnya lagi untuk menaggapi dan memenuhi
permintaan pasar asia dan timur pada umumnya negara jepang tidak mengurangi
volume produksi namun menambah volume produksi untuk memenuhi akan permintaan
produk-produknya di asia dan timur pada umumnya.
Namun ada yang perlu diketahui mengenai negara dengan
volume ekspor industrialis terbesar ketiga di dunia ini yaitu tentang lemanya fundamental ekonomi mereka,
dikarenakan fundamental perekonomian mereka hanya bersandar pada satu tiang
kunci yaitu powering industries yang
menyebabkan ketergantungan tingkat tinggi terhadap perdagangan internasional yaitu dalam konteks impor bahan baku sebagai bahan material berbasis alam (nature).
Ketergantungan terhadap impor bahan baku inilah yang
menjadi sisi negative dari dari negara
berbasis industri, anda bisa membayangkan apa yang terjadi dengan jepang
jika negara yang biasanya memasok kebutuhan bahan baku industri di jepang
terhenti? Bahkan ketika indonesia membatasi ekspor barang tambang langsung, pemerintah
jepang langsung mengambil tindakan dengan melaporkan indonesia ke WTO (word
trade organization) dengan tuduhan bahwa pemerintah indonesia telah melakukan
pelanggaran perjanjian perdagangan bebas, namun gugatan itu di tolak oleh WTO
karena tidak ditemukan bukti yang dapat memperkuat tuduhan itu.
Jadi sekarang masalahnya bagaimana pemerintah jepang menjaga relasi dan lebih aktif lagi dalam mengembangkan serta membangun
mitra perdaganganya dalam upaya
menjaga kestabilan ekonomi agar terus
mendapatkan pasokan bahan baku bagi industri-industri
mereka karena negara-negara yang dulunya sering memasok kebutuhan industri
mereka sekarang sudah menunjukan keberhasilan
dalam membangun perekonomian industri mereka sendiri yang dipastikan akan
mengancam posisi tawar dari kebutuhan
bahan baku industri mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar