BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kontribusi koperasian dalam perekonomian tidak bisa ditampikkan lagi bahkan dibeberapa Negara eropa dan asia koperasi memegang peranan penting. sebut saja, Negara inggris, perancis, jerman, belanda, Denmark, jepang, dan bahkan Indonesia, di Negara-negara ini koperasi dianggap sebagai produk unggulan dan dengan koperasi Negara-negara ini juga dapat keluar dari keterpurukan ekonomi yang membayang-bayangi mereka.
Peranan koperasi bagi perokonomian yang sangat besar bayak membawa berkah dan manfaat dengan koperasi telah terbukti mampu mendongkrak perekonomian dan menjaga stabilitas ekonomi, dewasa ini Negara yang tidak memiliki produk koperasi unggulan lebih rentan terkena imbas krisis ekonomi global yang langsung berdampak pada sector ekonomi rill dan pendapatan perkapital, dan sebaliknya Negara yang memiliki produk koperasi unggulan lebih mampu meredam dampak krisis tersebut dan bertahan dalam buruknya situasi ekonomi. namun kesuksesan perkoprasian ini sesungguhnya dipegang oleh peran dan intervensi pemerintah, kenapa demikian? Karena peran vital pemerintah berupa kebijakan-kebijakan dalam mendorong tumbunya koperasi merupakan rahasia di balik kisah kesuksesan koperasi didunia.
Di Indonesia Istilah koperasi sudah bukan menjadi sesuatu yang asing lagi meskipun diambil dari bahasa asing, Koperasilah yang telah mengiringi kebangkitan bangsa ini yang sedang mengalami masa-masa sulit setelah beberapa abad dijajah dan penuh ketidak pastian ekonomi, sosial dan koperasi mampu menjawab ketidakpastian tersebut.
Setelah kemerdekaan bangsa ini dihadapi pada masalah pembenahan disemua sector termaksud sector ekonomi yang mendapat perhatian baik melalui BUMN, BUMD, BUMS, dan KOPERASI terus digenjot dan lagi-lagi terbukti peran koperasilah yang menjadi unggulan. Namun krisis ekonomi global tidak dapat dibendung dampaknya karena ketidakpokusan pemerintah membenahi perekonomian akibat masalah krisis multidimensi Negara yang baru merdeka begitu kompleks dan Indonesia mengalami krisis moneter akibat melemanya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, yang sebenarnya masalah yang mudah apabila pemerintah cepat bertindak dengan meredam dampak dan laju inflasi dari krisis ekonomi global, akan lain ceritanya apabila pada saat itu kondisi Negara kita sudah stabil.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian koperasi menurut para ahli dan kesimpulan?
2. Pencetus dan cikal bakal perkoprasian di dunia?
3. Tokoh Perintis dan perkembangan koperasi di eropa?
4. Perkembangan tokoh perintis perkoprasian di asia dan Indonesia?
BAB II
PENGERTIAN DAN SEJARAH INSSPIRASI SERTA
PERINTISAN KOPERASI
A. PENGERTIAN KOPERASI
DEFINISI ILO (International Labour Organizational)
Cooperation is an association of person, usually of limited means, who have voluntaily joined together to achieve a common economic and through the formation of a democratically controlled businnes organization, making equitable contribution of the capital required and eccepting a fair share of the risk and benefits of the undertaking.
Dalam definisi ILO terdapat 6 elemen yang dikandung dalam koperasi, yaitu :
1. koperasi menerima resiko dan manfaat secara seimbang
2. Koperasi adalah perkumpulan orang-orang
3. Penggabungan orang-orang berdasarkan kesukarelaan
4. Terdapat tujuan ekonomi yang ingin dicapai
5. Koperasi berbentuk organisasi bisnis yang diawasi dan dikendalikan secara demokratis
6. Terdapat kontribusi yang adil terhadap modal yang dibutuhkan Anggota
Definisi Arifinal Chaniago (1984)
Koperasi sebagai suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum, yang memberikan kebebasan kepada anggota untuk masuk dan keluar, dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya.
Definisi Hatta (Bapak Koperasi Indonesia)
Koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong-menolong. Semangat tolong menolong tersebut didorong oleh keinginan memberi jasa kepada kawan berdasarkan ‘seorang buat semua dan semua buat seorang’.
Dalam bukunya “ The Movement in Indonesia” beliau mengemukakan bahwa koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarka tolong menolong. Mereka didorong oleh keinginan memberi jasa pada kawan “ seorang buat semua dan semua buat seorang” inilah yang dinamakan Auto Aktivitas Golongan, terdiri dari :
1. Solidaritas
2. Individualitas
3. Menolong diri sendiri
4. Jujur
Definisi P.J.V. Dooren
There is no single definition (for coopertive) which is generally accepted, but the common principle is that cooperative union is an association of member, either personal or corporate, which have voluntarily come together in pursuit of a common economic objective
Definisi Munkner
Koperasi sebagai organisasi tolong menolong yang menjalankan ‘urusniaga’ secara kumpulan, yang berazaskan konsep tolong-menolong. Aktivitas dalam urusniaga semata-mata bertujuan ekonomi, bukan sosial seperti yang dikandung gotong royong
Definisi UU No. 25/1992
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi, dengan melandaskan kegiataannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan
TUJUAN KOPERASI
Sesuai UU No. 25/1992 Pasal 3
Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945
UU No. 25/1992 Pasal 4 Fungsi Koperasi
a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya
b. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat
c. Memperkokoh perekonomian rakyat sbg dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sbg sokogurunya
d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa koperasi merupakan kumpulan orang yang memiliki kesamaan latar belakang ekonomi ataupun berbeda yang memiliki keinginan dan kepentingan bersama untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak (sejahtera) dengan cara bekerja sama dan menyatukan diri kedalam perkumpulan yang berdasarkan asas kebersamaan dan kekeluargaan.
B. PERKEMBANGAN KOPERASI DI BERBAGAI NEGARA EROPA
1. Inggris
a. Embrio Koperasi
Inggris, yang oleh beberapa kalangan dianggap sebagai Negara cikal bakal dan asal mula koperasi di dunia, pada masa-masa tahun 1700-an, di akhir era peninggalan “gilda” (Ima Suwandi, 1980), mulai tumbuh organisasi-organisasi yang bersifat tolong menolong. Apalagi setelah lahir The Friendly Societies Act pada tahun 1773. Hingga pada tahun 1800 tercatat tidak kurang 7.200 perkumpulan sosial serupa yang terdaftar dan memiliki anggota sekitar 600.000 orang. (Ima Suwandi,1980). Semangat tolong-menolong secra sosial tersebut dalam perkembangannya ternyata telah pula menggapai sisi bidang kegiatan ekonomi para anggota perkumpulan. Seperti yang ditunjukkan oleh para pekrja pelabuhan di Woolwich dan Chatam, yang pada abatke 18 telah mengorganisasi diri membangun pabrik pengolahan tepung terigu untuk dapat menerobos perdagangan yang saat itu sudah mulai sampai pada tingkat monopolistik dari pada pabrikan terigu. Mereka mengumpulkan uang (dalam bentuk uang kecil/recehan dari mata uang Poundsterling, Inggris), sedikit demi sedikit agar mapu menggalang kekuatan (Ima Suwandi, 1980).
D. Danoewikarsa, dalam buku Tanya Jawab Tentang Koperasi, yang ditertibkan pada tahun 1977, antara lain juga mengisahkan awal pertumbuhan embrio koperasi di inggris sebagai berikut “Pada akhir abad ke delapan belas oleh oleh beberapa tukang tenun di Fenwich dibeli bersama-sama terigu dalam jumlah yang banyak. Di Mongewel dibuka orang sebuah toko yang menjual barang-barangnya dengan harga pokok. Seorang pendeta di Greenford membuka toko yang hanya menjual barangnya kepada mereka yang pada hari minggu datang melakukan kebaktian di Gereja. Semua ini bertujuan hanya untuk melepaskan diri dari membeli barang-barang keperluan sehari-hari dari toko yang menjual barang dengan mahal, padahal mutu barangnya tidak baik. Jadi tujuannya meringankan beban rakyat kecil dan belum menyebut atau membawa nama koperasi Disadur dari buku Dinamika Gerakan Koperasi Indonesia oleh H.M. Iskandar Soesilo Selanjutnya,
"Tahun 1928 di Lennortown didirikan suatu perkumpulan yang diberi nama" Friendly Society". Perkumpulan ini hampir mirip kepada koperasi, sebab ada anggaran dasarnya, ada rapat anggota dan ada pengurusnya. Tujuan perkumpulan ini ialah tolong menolong antara sesama anggota. Perkumpulan ini juga mendirikan toko yang modalnya dihimpun dari anggota-anggotanya. Perkumpulan kerja sarna lainnya ialah mengerjakan bersama-sama penggilingan terigu untuk dijadikan tepung. Penggilingan kepunyaan bersama-sarna ini untuk pertama kalinya didirikan di Hull. Banyak yang tidak puas dengan penggilingan-penggilingan itu karena menentukan ongkos giling yang tinggi, sehingga jumlah penggilingan yang dikerjakan secara bersama itu semakin banyak. lnilah sebagai langkah permulaan untuk menyusun ekonomi sebagai usaha bersama untuk memperbaiki tingkat sosial mereka yang ekonominya lemah."
Pada saat itu belum ada landasan hukum untuk bertindak dalam kegiatan ekonomi. Perkumpulan mereka masih dianggap sebagai organisasi sosial, tetapi juga sekaligus sebagai kekuatan ekonomi. Perkumpulan koperasi pada saat itu hanya terdaftar sebagai Friendly Societes. Tetapi mereka mampu membuktikan kekuatannya (Ima Suwandi, 1980). Baru pada tahun 1853, koperasi di Inggris diperlakukan sebagai The Industrial and Provident Societes. Meskipun demikian semangat untuk membangun perkumpulan atas dasar solidaritas dan tolong menolong ternyata segera meluas ke beberapa wilayah lainnya. Di Scotlandia, pada tahun 1789, sekelompok penganyam dari Ayshire, telah bergotong royong mengumpulkan uang untuk membeli bahan baku, dan bahan keperluan sehari-hari secara bersama-sama. Mereka juga mengumpulkan modal sedikit demi sedikit sehingga menjadi besar dan dipergunakan pula untuk melakukan kegiatan ekonomi yang lebih bermanfaat. Kelompok Ayshire tersebut dikenal sebagai peletak dasar koperasi di Scotlandia, dan model tersebut terus berkembang hingga tahun 1825, dan mereka lebih dikenal sebagai "kelompok penny capitalist".
b. Revolusi Industri
Lahirnya koperasi di dunia memang tampaknya tidak terlepas dari pengaruh revolusi industri, reformasi pertanian dan politik ekonomi liberal, yang melanda Eropa pada petengahan abad 18 sampai permulaan abad 19.
Revolusi lndustri dimulai dengan diciptakannya mesin pintal benang oleh R.Hargreaves pada tahun 1764, yang kemudian disusul dengan berbagai penemuan mesin tenun, yang segera menggantikan peran pekerja manusia. Mesin pintal dan tenun itu sendiri segera mengalami perkembangan yang lebih cepat setelah ditemukannya sistem penggerak air oleh Arkwright, sehingga memungkinkan beberapa mesin tenun bisa bergerak sekaligus secara bersamaan. Kemudian disusul dengan penemuan mesin uap oleh James Watt pada tahun 1765, yang dikombinasikan dengan peleburan besi menurut sistem Durby, sehingga memungkinkan untuk membuat berbagai mesin modern dalam proses produksi (Team Universitas Gajah Mada, 1985)
Mentaux dalam buku The Industrial Revolution In The 18 th Century menggambarkan revolusi industri sebagai berikut :
Sistem pabrik modern yang berasal dari Inggris pada akhir pertiga dari abad 18, sejak permulaannya pengaruhnya dirasakan begitu cepat, dan menimbulkan akibat-akibat begitu penting, sehingga tepat jika dipersamakan dengan sebuah revolusi. …Revolusi industri merupakan proses perubahan yang cepat dalam bidang industri yang mempunyai pengaruh dan akibat-akibat yang luas dalam kehidupan dan penghidupan manusia. ...penggunaan mesin-mesin modern semakin mendesak ke luar penggunaan tenaga manusia dalam proses produksi, ..bahkan biaya produksi dapat ditekan lebih rendah dan volume usaha dapat diperbesar.
Di samping itu, menurut Asthon, dalam buku The Industrial Revolution, tingkat bunga bank yang rendah sungguh memegang peran yang penting dalam mempercepat laju perkembangan ekonomi pada abad 18. Keadaan yang demikian itu telah menjadi badai bagi industri rumah, sehingga banyak di antara mereka yang gulung tikar. Tak pelak pengangguran menjadi semakin besar, persaingan di antara kaum buruh juga semakin melebar, sehingga membawa akibat upah buruh menjadi semakin merosot tajam.
Revolusi Industri yang telah mendorong menguatnya paham kapitalisme, di sisinya yang lain memang dicatat telah menaikkan produktifiitas, tumbuhnya produk-produk baru dalam jumlah dan mutu yang lebih baik, investasi dalam masyarakat yang semakin bertambah, perbaikan teknologi yang selalu dikembangkan, naiknya pendapatan, dan semakin besarnya tabungan sehingga akumulasi kapital terus bertambah dan sebagainya. Tetapi harus pula dicatat bahwa bergelimangnya keberhasilan tadi justru mekar di atas kesengsaraan dan merananya masyarakat yang tak bermodal dan yang hanya mengandalkan tenaganya saja. Revolusi lndustri pada gilirannya telah pula melahirkan keserakahan dan penghisapan manusia oleh manusia yang sering disebut oleh orang Perancis sebagai exploitation de l’homme par l’homme. Oleh sebagian besar buruh pada saat itu, situasi yang demikian itu dirasakan sebagai periode yang sungguh menegangkan, apalagi dibarengi dengan berbagai tekanan sosial ekonomi yang berat bagi masyarakat kebanyakan, seperti bangkrutnya industri rumah tangga, banyaknya orang yang kehilangan pekerjaan, upah buruh yang merosot, jam kerja yang lebih panjang, pekerja wanita dan anak-anak diberi upah yang lebih rendah, kondisi kerja yang tidak baik dan sebagainya.
c. Masa Robert Owen dan William King
Situasi yang demikian itu telah mendorong para pemikir sosial seperti Robert Owen dan Dr William King, bekerja keras mencari alternatif dan sistem yang lebih tepat bagi masyarakat banyak.
(1). Robert Owen (1771-1858)
Dia adalah seorang pelopor sosialis di Inggris, yang dikenal sebagai seorang philantropis. Ia juga dikenal sebagai seorang industrialis yang kaya raya dan seorang Direktur Pabrik Tenun. Ia terlahir dari keluarga miskin pada tanggal 14 Mei 1771 di Newton.
Pada awalnya ia bekerja sebagai seorang buruh kasar pembuatan cerobong asap. Pada usia 21 tahun ia masuk dalam kelompok pertenunan di Scotlandia. Ia tahu persis betapa pahit getirnya perlakuan majikan terhadap buruh.
Pada usia 31 tahun, ia berhasil menjadi Direktur. Ia mulai memperhatikan nasib buruh-buruhnya. Menaikkan upah buruh dan memperpendek jam kerja, dari 17 jam menjadi 10 jam. Kepada buruh juga diberikan jaminan sosial dan hari tua serta mendirikan sekolah bagi anak-anak buruhnya.
Sebagai Direktur ia tidak menggunakan seluruh kesempatan yang ada semata-mata untuk mengejar keuntungan perusahaan. Ia juga berpendapat, bahwa yang menentukan watak seseorang adalah juga lingkungannya. Oleh sebab itu, menurut Owen, untuk meningkatkan masyarakat yang sejahtera harus dimulai dengan menciptakan lingkungan yang baik. Ia kemudian berjuang demi lahirnya undang-undang tentang pabrik (1819). Dua tahun sebelumnya (1817) ia berjuang di Parlemen untuk melahirkan Undang-Undang Koperasi dan cara-cara mengatasi kemiskinan yang saat itu sedang melanda Inggris.
Karena berbagai pandangan dan pendapat yang dilontarkan kurang mendapat tanggapan dari pihak-pihak yang kompeten, maka untuk memperjuangkan idealismenya, pada tahun 1830, ia melepaskan jabatannya sebagai Direktur. Ia kemudian langsung mengabdikan diri pada cita-citanya untuk memperjuangkan perbaikan nasib masyarakat banyak atas dasar kesamaan derajat.
Ia bercita-cita dan sekaligus mempraktekkan cita-citanya tersebut melalui pembentukkan suatu komunitas baru dan mengembangkan suatu kehidupan sosial ekonomi yang lebih sehat. Dalam komunitas baru tersebut seluruh pekerjaan dikerjakan bersama dan hasilnya menjadi milik bersama. Komunitas tersebut dilengkapi dengan semacam dapur umum, toko, perumahan, sekolah, perpustakaan, dan keperluan hidup lain. Setiap orang yang menjalankan tugas diberi bon (atau kalau sekarang mungkin semacam voucher), yang dapat ditukarkan dengan barang yang diperlukan. Owen terjun langsung di tengah-tengah komunitasnya di Lancasshire, New Lannark, New Harmony, Indiana, dan Irlandia. Namun perjalanan usaha tersebut tampaknya tidak berhasil dengan baik. Sementara analis memperkirakan kekurang berhasilan usaha tersebut antara lain karena usaha tersebut belum bisa sepenuhnya memberikan pelayanan sebagaimana diharapkan oleh para anggota komunitas yang bersangkutan, terutama dalam penyediaan kebutuhan anggota komunitas.
Banyaknya bon-bon (labour notes) yang dikeluarkan yang tidak seimbang dengan jumlah barang yang tersedia menyebabkan goyahnya upaya-upaya Owen. Di sisi lain adalah juga karena kurangnya pengalaman dari para anggota komunitas dalam hal bertani atau sebagai pengrajin. Mereka juga kekurangan modal. Berbagai kesulitan hidup bersama dalam satu kehidupan komunitas juga merupakan fakta yang tidak menguntungkan bagi berkembangnya komunitas yang dirintis Robert Owen. Impian Robert Owen untuk mengembangkan usaha berdasarkan kerjasama yang bertumpu pada solidaritas pada saat itu tampaknya belum dapat sepenuhnya diwujudkan. Namun demikian, kerjasama (koperasi), sebagai bentuk organisasi ekonomi baru yang penuh dengan kandungan nilai-nilai filsafat sosial yang tinggi dan bermoral telah lahir. Pengalaman tersebut kemudian mendorong para penganut Owen, banyak yang beralih mengikuti aliran Chartist yang dianggap lebih realistik. Gerakan-gerakan yang dilakukan oleh kaum Chartist adalah berkat adanya People's Charter. Lahimya People's Charter tahun 1738 telah memberi peluang kepada warga Inggris, untuk memperoleh hak-hak sipil yang lebih longgar. Misalnya, kalau dulu orang yang melarat tidak boleh menjadi anggota parlemen, maka berdasarkan charter yang baru, orang yang tidak mampu diperbolehkan menjadi anggota parlemen. Pria diberikan hak pilih secara terbuka. Pemilihan anggota parlemen dilakukan secara demokratis terbuka setiap tahun. Anggota parlemen yang sebelumnya tidak dibayar, maka berdasarkan ketentuan baru, dibayar. Hal-hal tersebut telah memberi peluang yang lebih besar dan semakin memungkinkan bagi kaum chartist untuk dapat memperjuangkan perbaikan kesejahteraannya melalui forum politik di parlemen. Sementara itu untuk memperjuangkan sisi ekonominya, mereka menggunakan pemikiran-pemikiran Dr. William King.
(2). Dr. William King ( 1786-1885) .
Dr. William King, yang lahir di Ipwich tahun 1786, adalah perintis koperasi kedua di Inggris. Sebagai dokter lulusan Cambridge yang kemudian bertugas di Brighton, ia menaruh perhatian yang besar kepada nasib kaum buruh. Sebagai dokter, yang juga mempelajari teknologi, filsafat, sejarah, ilmu pasti dan ekonomi. Ia memiliki rasa kemanusiaan yang sangat tinggi rasa. Ia ingin berbuat sesuatu yang dapat membantu memperbaiki nasib kaum buruh. Ia segera saja mengembangkan berbagai pedoman dan menterjemahkan berbagai ide usaha bersama ala Robert Owen tersebut ke dalam tindakan-tindakan yang lebih nyata.
Pada akhir tahun 1839, King mulai memelopori berdirinya koperasi-koperasi lokal yang relatif kecil-kecil. Beberapa buruh diorganisir untuk mendirikan tako koperasi agar dapat memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari secara bersama-sama.
Kegiatan tersebut sekaligus untuk menghindarkan kaum buruh dieksploitasi oleh warung dan pedagang swasta yang banyak tumbuh pada saat itu.
Dalam waktu 2 (dua) tahun telah berdiri sekitar 130 koperasi atas anjuran dan bantuannya. Berbeda dengan Owen yang ingin mengadakan perbaikan seluruh masyarakat melalui pembentukan komunitas baru, King membatasi hanya pada kaum buruh. King menyadari akan kekurangan-kekurangan yang ada pada koperasi-koperasi sebelumnya. Ia menerbitkan majalah yang diberi nama "Cooperator", dan dibagikan secara cuma-cuma kepada seluruh koperasi dan anggotanya agar meningkat kesadaran dan kecakapannya. Koperasi di masa William King telah mendekati koperasi modem, karena telah memasukkan unsur ilmu pengetahuan dan teknologi di dalamnya.
Meskipun telah berupaya dengan sekuat tenaga, namun kurangnya keinsyafan dari kalangan anggota telah menyebabkan kurang berhasilnya perkembangan dengan baik. Meskipun demikian, ada beberapa kalangan yang juga mencatat bahwa berbagai keberhasilan koperasi di saat itu telah menjadikan para pedagang non koperasi menjadi semakin tidak suka kepada koperasi. Pedagang merasa mendapatkan pesaing yang benar-benar harus dilawan. Situasi tersebut telah meningkatkan persaingan yang keras dari para pedagang non koperasi terhadap koperasi. Sampai-sampai majikan-majikan pabrikan pun membayar upah buruhnya dalam bentuk kupon yang hanya bisa dibelanjakan di tako-tako non koperasi milik majikan pabrikan.
Koperasi rintisan King memang pada akhimya tak mampu berkembang secara meluas, namun bagaimanapun kegiatan dan dorongan nyata Dr. William King telah mengukuhkan lahimya idealisme baru bahwa kehidupan yang baik ternyata dapat dicapai dengan berkoperasi. Ia juga berpendapat, bahwa di dalam organisasi koperasi konsumsi terdapat jalan untuk pembaharuan sosial dan ekonomi. Dengan jalan berkoperasi, menurut King, buruh-buruh akan terlepas dari ketergantungan dan dengan menyisihkan dana cadangan dari keuntungan secara terus menerus akan memperoleh kekuatan (D. Danoewikarsa, 1977).
Hal ini merupakan hal yang paling menonjol dalam perkembangan koperasi lebih lanjut. Semangat keberhasilan sebagai dasar bagi berdirinya suatu koperasi telah diletakkan oleh Dr. William King. Karena begitu gigih dan besarnya perhatian Dr. William King terhadap koperasi pada saat itu, maka sementara kalangan ada yang menyebutnya sebagai Bapak Koperasi (D.Danoewikarsa, 1977). Semenjak itu mulai bermunculan berbagai koperasi konsumsi awal di Inggris. Termasuk masyarakat di Rochdale, pada tahun 1833 sempat mendirikan The Rochdale Friendly Cooperative Society. Namun koperasi tersebut tidak tahan lama, antara lain karena koperasi tersebut melakukan pelayanan secara kredit bagi penjualan barang-barang konsumsinya kepada anggota, sehingga modalnya yang relatif kecil tak kuat menopang kegiatan tersebut. Ada catatan yang menarik bahwa di London, pada tahun 1832, sempat terselenggara Kongres Koperasi. Seiring dengan derap para pekerja pabrik membangun berbagai usaha bersamanya, pada tahun 1829, Bank Of Scotland juga berimprovisasi mencoba memberikan pinjaman kepada pemilik toko, pengrajin dan petani tanpa jaminan barang, tetapi jaminan pribadi dan karakter dari calon peminjam. Pendekatan kepercayaan tersebut berhasil dan di kemudian hari telah menjadi salah satu dasar pengembangan koperasi simpan pinjam ala Raiffeisen dan Schulze Delitzsch di Jerman.
d. Tonggak Baru Perkoperasian Di Rochdale
Rochdale kembali digemparkan ketika pada tanggal 15 Agustus 1844, dengan dipimpin Charles Howard, 28 orang buruh pelopor dari Rochdale, Manchester, yang terdiri dari seorang perempuan dan 27 orang pria, yang kesemuanya adalah buruh tenun, telah sepakat untuk mendirikan koperasi. Mereka telah mempelajari dengan seksama gagasan dan pemikiran Robert Owen dan William King.
Demikian juga mempelajari sebab-sebab kegagalan koperasi di masa laIu, dan akhirnya melalui berbagai diskusi mereka mampu menyepakati berdirinya koperasi yang bertumpu pada pokok-pokok pikiran: solidaritas, demokratis, kemerdekaan, alturisme, keadilan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Mereka juga sepakat bahwa cara-cara bekerja koperasi dilandasi oleh 6
(enam) asas-asas koperasi konsumsi, yang kemudian dikenal sebagai prinsip-prinsip koperasi Rochdale tahun 1844 (D.Danoewikarsa, 1977).
Selanjutnya disepakati pula bahwa masing-masing anggota diwajibkan menyerahkan 240 pence (bentuk jamak dari penny), yang diangsur tiap minggu 2 pence. Dengan demikian dalam waktu 120 minggu kewajiban tersebut telah dapat diselesaikan oleh masing-masing anggota. Mereka juga diwajibkan menyerahkan modal sebesar satu poundsterling, untuk modal pengembangan usaha.
Koperasi tersebut diberi nama "The Rochdale Society's Of Equitable Pioneers", yang kemudian didaftarkan pada tanggal 24 Oktober 1844 dan mulai beroperasi pada tanggal 21 Desember 1844. Koperasi tersebut kemudian dikenal sebagai koperasi konsumsi pertama di dunia yang sukses pada masanya. Perkumpulan tersebut bukan lagi sebagai "gemeinschaft", tetapi sudah merupakan "gesellschaft".
Bahkan oleh sementara kalangan dianggap sebagai sejatinya koperasi yang pertama didirikan di dunia "...it is the origin of whole present day cooperative movement... ", kata Georges Lassere, dalam bukunya Cooperative Enterprises yang telah diterjemahkan oleh Anne Flamming, terbitan Cooperative Union Ltd. 1959, dicetak oleh Presse Universitarie de France).
Bila pada saat pembukaan, akhir 1844, "Warung" koperasi yang berlokasi di Toadlane itu baru mampu menyediakan 25 Kg mentega, 25 Kg gula, 7 karung tepung terigu yang terdiri atas tiga macam, dan dua katak lilin yang berisi 24 batang lilin (berdasarkan data yang tersebut dalam daftar inventarisnya), maka 7 (tujuh) tahun kemudian, yaitu pada tahun 1851, koperasi telah mampu mendirikan sebuah pabrik, menyediakan perumahan bagi anggota, mengadakan pelatihan-pelatihan dasar, dan sebagainya. Anggotapun telah berkembang menjadi 5.526 orang pada tahun 1855.
Sukses koperasi tersebut telah semakin mendorong bergulirnya semangat berkoperasi ke beberapa wilayah lain di lnggris dan juga ke beberapa negara di Eropa lainnya, seperti Jerman, Negeri Belanda, Perancis, Denmark, Swedia, Norwegia, Rusia dan beberapa negara Eropa Timur lainnya, bahkan ke henna Arnerika, Asia, Afrika dan Australia serta di berbagai pelosok dunia.
2. Perancis
Perancis pun tidak luput dari goncangan-goncangan sosial ekonomi sebagai akibat Revolusi lndustri sebagaimana yang dialami oleh Inggris. Kondisi tersebut juga telah mendorong beberapa pemikir Perancis seperti Charles Fourier, Louis Blance dan Ferdinan Lassale tergerak untuk mencari jalan keluar.
a. Charles Fourier (1772-1837)
Fourier, adalah sosok seorang pedagang yang tidak berhasil dalam mengembangkan kariernya. Ia kecewa atas hasil Revolusi Perancis tahun 1879. Ia kemudian menyusun suatu gagasan untuk memperbaiki hidup masyarakat dengan membentuk “falanxteres", yaitu perkampungan yang terdiri 300-400 keluarga yang bersifat komunal. Jadi tampaknya mirip dengan komunitas yang dibangun oleh Owen di Inggris.
Falanx terletak di luar kota dibangun di atas tanah seluas kurang lebih 150 hektar. Di dalamnya dilengkapi dengan usaha-usaha kerjasama dan usaha lain untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Hanya barang-barang yang tak dapat dihasilkan sendiri, diperoleh dengan barter dengan falanx lain.
Setiap hasil bersama menjadi milik bersama. Setiap orang bekerja sesuai kemampuan dan keahliannya dan memperoleh penghasilan sesuai jasanya dalam proses produksi dengan tidak mengabaikan kebutuhan dan kelangsungan hidup masing-masing.
Namun sejauh itu, cita-cita tersebut tidak dapat diwujudkan dengan sempurna akibat pengaruh liberalisasi yang amat kuat.
b. Louis Blance (1811-1880)
Blance, dalam buku Organization of Labor menyusun gagasan secara lebih konkret. Ia berpendapat persaingan adalah sumber dari keburukan ekonomi, kemiskinan, kemerosotan moral dan kejahatan. Untuk itu perlu dibentuk ”Atelier Sociaux" (Social Workshop). Dalam perkumpulan tersebut ia ingin mempersatukan produsen-produsen perorangan yang mempunyai usaha dalam bidang yang sama (seperti koperasi pedesaan atau seperti klaster usaha, atau sentra industri kecil). Dengan artelier sociaux, akan dapat dibentuk industri besar.
Pemerintah memberikan bantuan permodalan dan karenanya pemerintah juga melakukan pengawasan atas perkumpulan tersebut. Pemerintah diharapkan mengambil prakarsa dalam pembentukan koperasi-koperasi tersebut. Dalam koperasi tersebut diatur upah sama untuk semua, hasil bersih dibagi dalam tiga bagian yaitu (a) untuk membeli perlengkapan baru, (b) untuk menambah upah dan (c) untuk sosial.
Pada tahun 1884, kaum buruh menuntut pemerintah untuk memenuhi gagasan Louis Blance tersebut, dan pemerintah Perancis mengabulkannya. Namun koperasi tersebut tidak bisa bertahan lama, karena antara lain kurang teliti menyeleksi anggota, pengurus tidak terampil, dan last but not least, kaum industrialis berusaha keras untuk menggagalkan koperasi tersebut.
c. Ferdinan Lassale
Lassale, adalah seorang pemimpin buruh, agitator, juga politikus, yang pada sekitar awal tahun 1850, mencela perbuatan dan kecenderungan kaum kapitalis untuk mengejar keuntungan semata, sehingga menyebabkan terjadinya pembagian pendapatan yang tidak merata. Oleh karenanya ia menganjurkan agar kaum buruh berusaha melepaskan diri dan masuk dalam satu organisasi buruh serta mendirikan perusahaan sendiri secara kooperatif.
Buruh didorong untuk memiliki pabrik-pabrik, sehingga lahirlah koperasi produksi yang pertama di dunia. Koperasi ini yang didirikan dan dikelola sendiri oleh kaum buruh. Dalam perkembangan lebih lanjut, gerakan koperasi di Perancis juga memilki kebanggaan lain, karena salah satu bank milik koperasi, yaitu Agricole Bank, adalah salah satu bank peringkat atas yang cukup disegani dan diperhitungkan di Perancis dan Eropa.
3. Jerman
Di Jerman, sekurang-kurangnya orang mengenal dua tokoh besar perkoperasian, yaitu Friederich Wilhelm(F.W.) Raiffeisen dan Herman Schulze Delitzsch.
a. F.W. Raiffeisen (1818-1888)
Raiffeisen, lahir pada tanggal 30 Maret 1818 di Hamm/Sieg (Westerwald), anak ketujuh dari sembilan bersaudara. Ayahnya seorang petani yang juga pemah menjadi kepala pemerintahan lokal setempat. Pemuda Raiffeisen menempuh pendidikan militer. Ia pemah bertugas di Cologne, Coblenz dan Sayn.
Tetapi karena sakit matanya, ia kemudian meninggalkan tugas militernya pada tahun 1843, dan menjadi pegawai sipil biasa. Pada tahun 1845 setelah memperoleh pendidikan singkat, ia pada tahun 1845 diangkat menjadi kepala pemerintahan di distrik Weyerbusch. Karena prestasinya yang baik, pada tahun 1848 ia mendapat tugas untuk memimpin pemerintahan, sebagai major, atau setingkat Walikota, di distrik yang lebih besar yaitu Flammersfeld. Pada tahun 1852 ia memimpin distrik Heddesdorf, dekat Neuwed.
Sebagai anak petani, dia akrab dengan kehidupan petani. Betapa sulitnya petani untuk memperoleh kredit dari perbankan pada saat itu dan betapa penderitaan para petani mendapat tekanan dari para pemilik tanah yang luas, atau para landlord. Maka bertolak dari hal-hal yang demikian itulah, pada masa menjadi Walikota di Flammersfeld tahun 1848, Raiffeisen mendorong dan mendukung keras lahirnya koperasi kredit di kalangan petani, yang kemudian dikenal dengan sebutan koperasi kredit model Raiffeisen. Tatkala infeksi matanya kembali terasa mengganggu tugas kedinasannya, pada tahun 1865, pada usia 47 tahun dia mengajukan pensiun.
Mengingat tanggungan keluarga masih cukup besar dan gaji sebagai pensiunan relatif kecil, maka ia memutuskan untuk ikut terjun langsung dalam mengembangkan koperasi kredit Raiffeisen. Koperasinya itu kemudian berkembang pesat sebagai lembaga keuangan yang modem, maju, luas dan berkembang seperti yang dapat kita saksikan hingga saat ini. Ketika Raiffeisen meninggal dunia, di Jerman telah berdiri tidak kurang dari 425 koperasi kredit pedesaan (Deutscher Raiffeisenverband e V. Adenauerallee 127 D.53113 Bonn).
b. Herman Schultze (1808- 1883)
Pada tahun 1849, Herman Schultze, seorang hakim di Delitzsch, Jerman, menyaksikan betapa pengusaha kecil dan pengrajin kecil sangat terdesak dengan kehadiran para industrialis besar yang semakin maju. Maka ia pun kemudian memberi dorongan kepada para pengusaha, pengrajin dan pedagang kecil di kota-kota untuk mendirikan koperasi kredit. Koperasi kredit di perkotaan ini kemudian dikenal dengan sebutan koperasi kredit ala Schultze Delitzsch.
c. Perkembangan Lebih Lanjut
Dalam perkembangannya, koperasi di Jerman juga bergerak di bidang agrobisnis, pembuatan roti dan sebagainya. Undang-undang tentang Perkoperasian di Jerman dikeluarkan pada tanggal 1 Mei 1899, yang kemudian mengalami beberapa kali amandemen, antara lain pada masa rezim Hitler, semua koperasi diwajibkan menjadi anggota Koperasi Jasa Audit (1934). Pada tahun 1941, semua koperasi konsumen direkonstruksi, tetapi kemudian dibubarkan. Semua investasi anggota dan aset koperasi diambil alih oleh The German Labor Front (D.AF). Pemerintahan Militer Sekutu, (The Allied Military Authorities/AMA), memberikan perhatian kepada kehidupan koperasi di Jerman (Barat), antara lain dengan menghapuskan undang-undang 21 Mei 1935 dan 18 Februari 1941 yang dinilai merugikan konsumen (Drs.Hendrojogi, 2002).
Selain itu di jerman juga terkenal karena Koperasi kredit atau Credit Union atau biasa disingkat CU adalah sebuah lembaga keuangan yang bergerak di bidang simpan pinjam yang dimiliki dan dikelola oleh anggotanya, dan yang bertujuan untuk mensejahterakan anggotanya sendiri.
Koperasi kredit memiliki tiga prinsip utama yaitu:
1) azas swadaya (tabungan hanya diperoleh dari anggotanya)
2) azas setia kawan (pinjaman hanya diberikan kepada anggota)
3) azas pendidikan dan penyadaran (membangun watak adalah yang utama hanya yang berwatak baik yang dapat diberi pinjaman).
Sejarah koperasi kredit dimulai pada abad ke-19. Ketika Jerman dilanda krisis ekonomi karena badai salju yang melanda seluruh negeri. Para petani tak dapat bekerja karena banyak tanaman tak menghasilkan. Penduduk pun kelaparan. Situasi ini dimanfaatkan oleh orang-orang berduit. Mereka memberikan pinjaman kepada penduduk dengan bunga yang sangat tinggi. Sehingga banyak orang terjerat hutang. Oleh karena tidak mampu membayar hutang, maka sisa harta benda mereka pun disita oleh lintah darat. Kemudian tidak lama berselang, terjadi Revolusi industri. Pekerjaan yang sebelumnya dilakukan manusia diambil alih oleh mesin-mesin. Banyak pekerja terkena PHK. Jerman dilanda masalah pengangguran secara besar-besaran. Melihat kondisi ini wali kota Flammersfield, Friedrich Wilhelm Raiffeisen merasa prihatin dan ingin menolong kaum miskin. Ia mengundang orang-orang kaya untuk menggalang bantuan. Ia berhasil mengumpulkan uang dan roti, kemudian dibagikan kepada kaum miskin. Ternyata derma tak memecahkan masalah kemiskinan. Sebab kemiskinan adalah akibat dari cara berpikir yang keliru. Penggunaan uang tak terkontrol dan tak sedikit penerima derma memboroskan uangnya agar dapat segera minta derma lagi. Akhirnya, para dermawan tak lagi berminat membantu kaum miskin. Raiffeisen tak putus asa. Ia mengambil cara lain untuk menjawab soal kemiskinan ini. Ia mengumpulkan roti dari pabrik-pabrik roti di Jerman untuk dibagi-bagikan kepada para buruh dan petani miskin. Namun usaha ini pun tak menyelesaikan masalah. Hari ini diberi roti, besok sudah habis, begitu seterusnya. Berdasar pengalaman itu, Raiffeisen berkesimpulan: “kesulitan si miskin hanya dapat diatasi oleh si miskin itu sendiri. Si miskin harus mengumpulkan uang secara bersama-sama dan kemudian meminjamkan kepada sesama mereka juga. Pinjaman harus digunakan untuk tujuan yang produktif yang memberikan penghasilan. Jaminan pinjaman adalah watak si peminjam.” Untuk mewujudkan impian tersebutlah Raiffeisen bersama kaum buruh dan petani miskin akhirnya membentuk koperasi bernama Credit Union (CU) artinya, kumpulan orang-orang yang saling percaya. Credit Union yang dibangun oleh Raiffeisen, petani miskin dan kaum buruh berkembang pesat di Jerman, bahkan kini telah menyebar ke seluruh dunia.
DZ Bank
Sebuah akronim untuk Deustche Zentralgenossenschaftbank atau Bank Koperasi Sentral Jerman, DZ Bank AG merupakan sebuah bank komersial dan, bersama dengan WGZ-Bank, administrasi pusat untuk sekitar 1,400 bank koperasi mencakup lebih dari tiga perempat semua Volksbank dan Raiffeisenbank (bank koperasi) di Jerman dan Austria, yang juga menggunakan nama AG. Bank koperasi di Jerman diwakili oleh Bundesverband der Deutschen Volksbanken und Raiffeisenbanken (BVR). DZ Bank berbasis di distrik finansial Frankfurt dan merupakan salah satu bank terbesar di Jerman dengan operasi domestik dan global. Bank ini memiliki cabang, subsidiari dan kantor perwakilan di pusat-pusat finansial dan daerah-daerah ekonomi di seluruh dunia.
Sebagai tanah tempat lahirnya koperasi kredit, Jerman memiliki beberapa bank koperasi yang kinerjanya menjulang tinggi. Salah satunya DZ Bank, yang bercokol dalam daftar lima besar bank di Jerman. Sejarah panjang koperasi kredit di Jerman, tidak berhenti sebatas nostalgia yang hanya indah dikenang. Tapi, benar-benar telah menjadi akar kokoh, yang sanggup menopang perkembangan koperasi di sektor perbankan, hingga menumbuhkan bank koperasi yang bisa melayani rakyat. Di level nasional, bank koperasi tersebut memiliki pusat yang bernama Deustche Zentralgenossenschaftbank (DZ Bank) atau Bank Koperasi Sentral Jerman.
Dengan kinerjanya yang menjulang, DZ Bank masuk dalam daftar lima besar bank di Jerman. Jika digabung dengan jaringannya yang terdiri dari 1.250 ribu bank lokal, sekitar 60 persen pangsa pasar kredit di negara berpenduduk 82,5 juta jiwa ini, dikuasai oleh koperasi. Jadi lebih besar dari bank swasta terkenal seperti Deutsche Bank atau Dresdner Bank. DZ Bank sendiri memiliki cabang 14 ribu unit, yang tersebar di seantero Jerman. DZ Bank telah menjelma sebagai grup bisnis keuangan raksasa, memayungi sejumlah lembaga keuangan lain, termasuk perusahaan investasi. Lingkup bisnis yang berkantor pusat di distrik finansial Frankfurt ini, sesungguhnya sudah jauh menjangkau skala global, antara lain dengan membuka cabang di sejumlah kota penting dunia, seperti New York, London, Moskow, Milan, Istambul, Luxemburg, Budapest, Dublin, Madrid, Warsawa, Zurich, bahkan di Hongkong dan Singapura. Pada 2007, bank koperasi ini mampu mencetak keuntungan sebesar 1 miliar euro.
Namun, yang lebih penting dari pencapaian kinerja ekonomi, bank koperasi di Jerman sesungguhnya telah memainkan peran sangat vital dalam kebangkitan ekonomi negeri ini, yang nyaris hancur lebur setelah kekalahannya dalam Perang Dunia II dan perang saudara. Ketika itu, aroma kemiskinan menyengat di mana-mana. Proses recovery ekonomi memang dilakukan dengan gencar. Namun, faktor penting yang memungkinkan proses tersebut berjalan mulus dengan hasil yang mencengangkan, adalah kiprah bank koperasi, yaitu Volksbank dan Raiffeisenbank, yang memang sudah mengakar kuat di masyarakat. Merekalah yang setia memenuhi kebutuhan rakyat, sehingga keadaan ekonominya bisa kembali pulih secara mandiri, sesuai dengan misi yang diusung: “Bringing people or companies together to achieve their goals”. Jadi, pemerintah tidak terlalu repot lagi, karena bisa memfokuskan program recovery-nya di tingkat makro saja. Peranan bank koperasi di daerah-daerah pedesaan Jerman, tidak pernah tergantikan —apalagi tergusur— oleh bank swasta, meskipun kemudian Jerman berkembang menjadi negara industri dengan basis liberalisme murni, layaknya negara Eropa Barat. Kontribusinya dalam menciptakan negara kesejahteraan (welfare state) sangat besar, terutama menyangkut peningkatan kesejahteraan ekonomi secara merata hingga ke pelosok desa.
Sebagai bank sentral koperasi, DZ Bank memang bergerak layaknya bank swasta. Namun, dana dan keuntungan yang berhasil dihimpunnya, sebagian disalurkan ke masyarakat pedesaan, melalui bank koperasi yang menjadi anggotanya. Bank swasta di Jerman, bukannya tidak ada yang mau bermain di tingkat pedesaan dan melayani nasabah kecil. Deutsche Bank, yang termasuk bank terbesar itu, bahkan pernah mempunyai devisi khusus. Namun, bank swasta akhirnya tak berdaya ketika harus bersaing dengan jaringan bank koperasi yang sangat luas.
Di Jerman, bank koperasi memang sudah sangat dekat dengan masyarakat, lantaran memiliki akar sejarah panjang, dengan rentang 125 tahun. Dalam kurun waktu selama itu, bank koperasi selalu “mendampingi” rakyat Jerman, terutama dari kalangan menengah bawah, baik di masa krisis maupun dalam masa peningkatan kemampuan ekonomi. Misi “menghantarkan masyarakat atau perusahaan dalam mencapai tujuannya”, memang diwujudkan dalam program nyata, bukan sekadar bahasa iklan.
Di samping memiliki akar sejarah yang panjang, kemampuan bank koperasi di Jerman untuk bertahan dan berkembang hingga saat ini, juga diakibatkan oleh kemampuannya melakukan adaptasi terhadap perubahan yang terjadi, hingga tetap mampu menghadapi persaiangan yang dari masa ke masa kian ketat. Namun, perubahan yang terjadi pada bank koperasi Jerman, tetap membentuk sebuah untaian yang tidak terputus. DZ Bank sendiri baru terbentuk pada 2001, sebagai hasil merger antara dua bank koperasi besar, yaitu GZ Bank dan DG Bank.
Di Jerman, koperasi merupakan organisasi ekonomi paling besar, dengan jumlah anggota secara keseluruhan sekitar 20 juta orang. Bank koperasi sendiri memiliki anggota sebanyak itu 16 juta orang, dan mempekerjakan 190 ribu orang. Tidak semua bank koperasi berafiliasi pada DZ Bank. Bank koperasi yang masuk dalam jaringan DZ Bank, sekitar tiga per empat dari jumlah keseluruhan.
Setelah sukses merambah sejumlah negara Eropa dan Amerika, sekarang ini DZ Bank siap mengepakkan sayapnya di wilayah Asia. “Ekonomi Asia sangat prospektif, karena sedang mengalami pertumbuhan luar biasa,” ujar Heinz Hilget, Deputy CEO DZ Bank. Ekspansi ke wilayah Asia, didukung oleh pembentukan kantor cabang, yang sudah ada di sejumlah negara, yaitu Jepang, Hongkong, India, China (Beijing dan Shanghai), dan Singapura. Khusus untuk langkah-langkah ekspansi ke Asia ini, DZ Bank telah membentuk tim handal berkekuatan 25 orang, yang dipimpin Mahmood Jumabhoy, dengan basis di Singapura.
Boleh jadi, kelak, DZ Bank akan masuk ke Indonesia, seperti Rabbo Bank, bank koperasi dari Belanda. Namun, ia tetap akan bergerak seperti perusahaan swasta biasa, seperti yang dilakukan di berbagai negara lain di luar Jerman selama ini.
4. Belanda
Di Negeri Belanda, orang mula-mula mendirikan koperasi konsumsi, untuk menyediakan keperluan sehari-hari. Tetapi kemudian meluas dan muncul beberapa jenis atau nama koperasi.
Di Rotterdam pada tahun 1860, persatuan buruh, Nederlandsch Werkman, mendirikan perkumpulan toko. Tetapi karena modalnya kecil, tempat tinggal buruh relatif tersebar, dan anggota kurang, perhatian dan kurang partisipasinya pada toko, akhirnya toko itu pun tidak dapat berkembang.
Hal yang sama juga berlaku pada buruh di Amsterdam, yang pada tahun 1866, dibawah pimpinan N.G .Pierson mendirikan perkumpulan toko. Tidak kurang dari 2000 buruh menyatakan bersedia menjadi anggota (D. Danoewikarsa, 1977). Tetapi pada waktu toko dibuka jarang orang datang untuk melakukan pembelian. Dan akhirnya pada penghujung akhir tahun 1866 dibubarkan. Pada tahun 1865 dibentuk komisi yang terdiri dari 10 orang, di antaranya Dr. S. Sarpathi dan N.G. Pierson, dengan tugas mempelajari masalah koperasi. Setelah itu berdirilah koperasi di Utrecht, Voorschoten, Leeuwaarden, Heerenveen dan Den Haag. Berawal dengan mengembangkan usaha simpan pinjam, kemudian merambah ke usaha konsumsi. Lambat laun kaum buruh menganggap betapa pentingnya koperasi bagi kesejahteraan buruh, dan kemudian organisasi buruh di negeri Belanda membahas secara khusus masalah perkoperasian tersebut.
Di tahun 1873 di Utrecht diselenggarakan kongres, yang keputusannya antara lain menganjurkan agar kaum buruh berkoperasi menurut cara orang-orang Rochdale. Meskipun koperasi sudah menjadi perhatian masyarakat, namun koperasi pada saat itu masih dianggap sebagai perkumpulan bantuan sosial (D.Danoewikarsa, 1977). Tahun 1876 pemerintah Belanda menetapkan Undang-undang koperasi pertama pada tanggal 17 Nopember 1876, staatsblad nomor 227. Undang-undang ini kemudian diubah dengan Undang-Undang Koperasi, tanggal28 Mei 1925, Staatsblad nomor 204. Meskipun demikian banyak koperasi yang didirikan setelah tahun 1876, tetapi tidak menggunakan undang-undang tersebut, melainkan menggunakan undang-undang tentang persekutuan dan yayasan (Company And Societies Act, tahun 1855, yang sebelumnya juga dijadikan dasar bagi pendirian koperasi) karena alasan lebih mudah dan murah. Dalam perkembangan lebih Ianjut, beberapa kalangan berpendapat bahwa di Negeri Belanda, ternyata perusahaan besar susu Frisian Flag (Susu Cap Bendera) ternyata juga dimiliki oleh koperasinya para peternak sapi perah dan dikelola secara kooperatif. Bahkan sebuah bank yang cukup besar dan memiliki reputasi internasional milik masyarakat koperasi di negeri Belanda, yaitu Rabbo Bank, juga dikelola secara modern.
5. Denmark
Perintisan koperasi di Denmark didorong oleh bangkitnya petani yang tergabung dalam perkumpulan petani kerajaan Denmark yang didirikan pada tahun 1709. Pada tahun 1800, beberapa orang dermawan mendirikan "Spare Casse". Semacam bank tabungan untuk petani. Hingga tahun 1886, di seluruh Denmark telah berdiri 496 spare casse.
Menghadapi turbulensi ekonomi akibat krisis keuangan global, koperasi peternak Denmark ini sempat terguncang. Namun, segera bangkit lagi karena struktur koperasi yang kokoh.
Denmark adalah negeri kecil di Kawasan Skandinavia, Eropa, yang tingkat kesejahteraan penduduknya masuk dalam jajaran paling baik di seantero bumi.Total luas Denmark hanya 43.094 km², dihuni oleh oleh 5.447.084 penduduk. Meskipun kecil, Denmark terbilang negara industri maju di Eropa, dengan produk nasional bruto rata-rata berada di barisan depan dunia.
Negeri yang pemerintahannya menganut sistem monarki ini, memang tidak memiliki banyak sumberdaya alam. Kecuali minyak dan gas alam, cadangan tambang lainnya tidak banyak. Batu bara semuanya diimpor. Namun, penduduk Denmark berhasil menggenjot sektor pertanian, peternakan, perikanan dan pengolahan bahan makanan. Semuanya dikelola dengan skala besar, dalam sebuah industri, yang umumnya digarap oleh koperasi.
Perkumpulan buruh tani Denmark, pada tahun 1857 mengusulkan didirikannya pabrik susu bersama. Perusahaan ini belum bisa disebut koperasi dan tidak pula bernama koperasi. Tetapi semangat keja sarna yang sangat kuat di kalangan petani sendiri merupakan dasar terbentuknya Koperasi Tani. Sekitar tahun 1852 lahir koperasi peternakan yang pertama, yang dalam perkembangannya kemudian memiliki pabrik susu, keju, mentega dan sebagainya. Koperasi tersebut juga telah berhasil memproduksi keju yang sangat terkenal di pasaran Eropa, Amerika dan Jepang, yaitu yang disebut dengan blue cheese. Di Denmark juga berkembang koperasi perikanan yang besar. maju dan modern. Di Thiested (Jutland), pastor Hans Cristian dan Dr. F. Urlich, telah memelopori berdirinya koperasi-koperasi di kalangan kaum buruh, yang pada umumnya mencontoh keberhasilan koperasi di Inggris.
Danish Crown, adalah salah satu koperasi peternak paling terkemuka di Denmark. Koperasi ini menghimpun peternak babi dan sapi potong. Khusus untuk daging babi, Danish Crown mempunyai industri pengolahan kedua terbesar di dunia, dan nomor wahid di Eropa. Kalau indikatornya bergeser pada volume ekspor, Danish Crown duduk di singasana paling tinggi seantero dunia. Untuk ke Jepang saja, nilai ekspor Danish Crown sanggup mendongkrak nilai perdagangan Denmark dengan Jepang, Surplus. Setiap tahun, sekitar 6 sampai 7 miliar ton produk Danish Crown, diekspor ke Jepang. Nilainya. setara dengan total impor berbagai barang dari Negeri Matahari Terbit itu selama dua tahun. Tapi, Jepang hanya salah satu contoh saja. Uni Eropa, Rusia sampai Amerika Serikat, juga menjadi langganan empuk ekspor Danish Crown.
Data paling mutakhir menunjukkan, roda bisnis Danish Crown mampu berputar dengan turnover 6,3 miliar Euro (lebih dari Rp 91 triliun) per tahun. Di kalangan konsumen, seluruh produk Danish Crown sudah lama dikenal karena kualitasnya yang istimewa, sehingga mereka rela merogoh kantong lebih dalam dibanding membeli produk sejenis dari perusahaan lain. Untuk daging saja, misalnya, standar pemotongannya ada 200 jenis. Setiap potongan benar-benar seragam, baik bentuk, berat maupun kualitasnya. Pencapaian bisnis Danish Crown hingga menjulang tinggi, sejatinya merupakan proses yang belangsung lebih dari satu abad. Koperasi ini sudah terbentuk sejak 1887. Empat puluh tahun kemudian, koperasi sudah memiliki tempat pemotongan babi yang tersebar di seluruh Denmark.Lompatan besar, terjadi pada 1960. Untuk memperbesar kapasitas produksi, memperluas pasar dan pengembangan bisnis, Danish Crown melakukan merger dengan koperasi peternak babi lainnya di Denmark. Langkah ini, terbukti jitu. Industri sejenis yang digerakkan swasta, benar-benar kepepet. Banyak di antaranya yang harus tutup buku dengan sinyal darurat. Hasilnya, koperasi menguasai 94 persen produksi daging babi di Denmark. Koperasi juga mulai merangkul peternak sapi potong sebagai anggota. Saat ini, jumlah anggota Koperasi
Danish Crown tercatat 12,5 ribu orang. Semuanya peternak babi dan sapi, yang tersebar di seluruh Denmark. Selain berhak memilih jajaran manajemen, anggota koperasi juga mempunyai perwakilan yang duduk dalam sebuah komite. Sebagai perusahaan, Danish Crown memiliki dua perusahaan induk, yaitu Pork Division dan Beef Division. Di dua perusahaan induk ini, karyawan yang dipekerjakan mencapai 10,5 ribu orang. Di bawahnya, ada tujuh perusahaan yang terdiri dari Tulip Food Company, Tulip Ltd (beroperasi di Inggris), Sokolow, Plumrose (beroperasi di AS), Ess-Food, Dat-Schaub a.m.b.a. dan Scan Hide. Total karyawan di tujuh perusahaan ini, 25 ribu orang. Sempat Oleng Sebagai perusahaan yang telah mencapai skala raksasa, Danish Crown sempat oleng terkena dampak krisis global lantaran daya serap pasar melembek. Jumlah produksi turun drastis, dan 1.600 karyawan dirumahkan, sebagai bagian dari langkah efisiensi yang dilancarkan secara ketat. Puncak kegoyahan ini terjadi pada November 2008.
“Ini memang keputusan berat. Tapi kami percaya, setelah krisis berlalu, Danish Crown bakal kembali ke puncak kinerjanya, karena kami koperasi yang memiliki struktur kuat,” ujar Direktur Utama Danish Crown Kjeld Johannesen, “Industri sejenis non-koperasi, keadaannya jauh lebih parah.”
Dengan basis anggota yang kuat, Danish Crown masih bisa menjalankan beberapa perusahaan inti, terutama berupa pengolahan dan penjualan daging dari anggota. Perusahaan yang agak terganggu, adalah yang sifatnya sebagai pendukung, atau diversifikasi dari bisnis utama Danish Crown.
Terbukti, dengan mengandalkan bisnis inti (yang berhubungan dengan anggota) saja, Danish Crown bisa meredam guncangan akibat krisis keuangan global. Hanya dalam waktu satu bulan, sudah bisa kembali ke jalur pertumbuhan, meskipun kecepatannya baru 6 persen. Karena industri sejenis di Eropa, terutama yang dikelola swasta, banyak yang bergelimpangan, di masa yang akan datang besar kemungkinan Danish Crown bakal lebih mendominasi perdagangan daging olahan, khususnya di Eropa.
Perkasa karena Basis Anggota Di Eropa, keperkasaan koperasi di hadapan perusahaan swasta, bukan sesuatu yang luar biasa. Termasuk Koperasi Danish Crown yang berbasis di Denmark. Koperasi yang beranggotakan peternak babi dan sapi potong ini, bukan hanya sanggup menyingkirkan industri swasta sejenis di negaranya, tetapi juga menjelma menjadi salah satu yang terbesar di daratan Eropa. Sama seperti koperasi rakasasa Eropa lainnya, kehebatan Danish Crown dalam mengembangkan bisnisnya bukan semata-mata karena manajemen yang canggih, tetapi juga lantaran tidak pernah bergeser pada basisnya, yaitu anggota. Mereka memang memang bukan peternak kelas teri, karena umumnya mempunyai usaha ternak skala menengah dan besar.Para peternak itu merasa perlu berkoperasi bukan hanya karena secara tradisional koperasi sudah akrab dalam kesehariannya, tetapi juga untuk tujuan ekonomi yang lebih strategis. Mulai dari efisiensi sampai ekspansi pasar.Sejak 1887, Danish Crown mengawal para peternak untuk mencapai tujuan peningkatan kesejahteraannya. Dalam setiap penggal sejarah berkoperasi yang begitu panjang, selalu ada peningkatan pencapaian. Setiap pencapaian berupa peningkatan kinerja bisnis koperasi, selalu berbanding lurus dengan peningkatan usaha ternak anggotanya. Bahkan, bisa dikatakan, perkembangan bisnis Danish Crown hingga saat ini, merupakan refleksi dari perkembangan usaha ternak anggotanya. Kendati skala bisnis Danish Crown makin luas hingga menjadi industri dengan jangkauan global, akses anggota terhadap kebijakan strategis koperasi –termasuk seluruh unit bisnisnya—tidak berkurang. Di koperasi, anggota memiliki perwakilan (pengurus dan komite), yang pengaruhnya sangat kuat, termasuk dalam mengangkat dan memberhentikan para petinggi manajemen. Proses pengambilan keputusan oleh anggota, termasuk dalam memilih pengurus dan komite, dilakukan secara berjenjang, hingga tingkat distrik. Di samping anggota, karyawan koperasi juga menempatkan wakilnya di kepengurusan. Ini berarti, karyawan pun ditempatkan secara terhormat.
Sebagai pengusaha ternak, anggota Danish Crown sangat rasional. Mereka, misalnya, tidak keberatan melakukan merger dengan koperasi sejenis di Denmark, untuk memperluas skala usaha. Aturan main yang mengatur hubungan anggota dengan koperasi, dibuat dalam anggaran rumah tangga yang berisi pasal-pasal cukup rinci. Semuanya mempunyai konsekuensi hukum yang jelas, sehingga baik anggota maupun koperasi bisa menjalankan hak dan kewajibannya secara konsisten. Bagi koperasi, yang telah menjelma menjadi industri skala raksasa dengan membawahi sederet perusahaan, bergerak dengan kesetiaan pada basis anggotanya, secara bisnis juga sangat menguntungkan. Misalnya, perusahaan-perusahaan milik koperasi itu, mendapat jaminan pasokan daging dengan mutu terjamin. Bahkan, dukungan permodalan dari anggota pun, sangat besar sehingga mengurangi ketergantungan pada kredit dari perbankan. Karena itulah, Danish Crown mampu bertahan ketika gelombang krisis keuangan global banyak menghempas dunia industri. (Amin Sinarjo Saif al-islami).
Kemajuan koperasi yang bergerak di dunia ritel barang-barang konsumsi yang merata di hampir seluruh strata wilayah, sungguh mengagumkan. Koperasi-koperasi tersebut dibangun oleh serikat-serikat pekerja di pedesaan dan perkotaan dan benar-benar terjalin suatu jaringan usaha pertokoan yang berbasis koperasi. Hampir sepertiga penduduk Denmark adalah anggota koperasi. Lebih dari 40 persen dari seluruh penduduk Denmark, membeli .keperluan sehari-harinya dari koperasi (D.Danoewikarsa, 1977). Kemajuan-kemajuan koperasi di Denmark. beberapa tahun kemudian, menjadikan Denmark semacam contoh citra koperasi yang baik, maju dan berkembang. Bahkan Dr. Moh. Hatta, bapak Koperasi Indonesia, pada suatu saat pernah menyebut Denmark sebagai negara dan bangsa koperasi. Perintisan koperasi di Denmark juga tidak terlepas dari peran NVS Grundtwig ( 1783-1872), seorangteolog, pendiri Sekolah Tinggi Rakyat, yang telah mendorong antusiasme rakyat ternadap koperasi. Meskipun demikian patut dicatat, bahwa Denmark termasuk salah satu negara yang tidak memiliki Undang-Undang Koperasi secara khusus. Tetapi berbagai aspek kehidupan koperasi, diatur dan dicakup secara cukup dalam beberapa undang-undang lain, seperti Undang-Undang tentang Perseroan (Joint Stock Companies Act), Undang-Undang Perpajakan dan sebagainya.
B. PERKEMBANGAN KOPERASI DI ASIA
Sebenarnya koperasi didirikan dengan gagasan Robert Owen (1771-1858), yang menerapkannya pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark, Skotlandia. Pada tahun 1786–1865 Gerakan koperasi ini dikembangkan lebih lanjut oleh William King dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1 Mei 1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama The Cooperator, yang berisi berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan menggunakan prinsip koperasi. Melalui gerakan ini akhirnya koperasi berkembang di negara-negara lainnya diasia seperti jepang,singapura dan Indonesia.
1. Sejarah perkembangan koperasi di Indonesia
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Tujuan koperasi adalah untuk mensejahterakan anggotanya.
Di Indonesia sendiri awalnya koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896 dengan mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Dalam mendirikan koperasi tersebut beliau menggunakan uang pribadinya untuk modal koperasi. Koperasi tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya ditiru oleh Boedi Oetomo dan SDI. Namun pada saat itu koperasi sempat mengalami kendala yang menyebabkan banyak koperasi yang berjatuhan karena tidak mendapat izin koperasi dari belanda.
Akan tetapi pada tahun 1933 koperasi menjamur kembali bersamaan dengan dikeluarkannya UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat.
Setelah Indonesia merdeka, Koperasi berfungsi untuk mendistribusikan keperluan masyarakat sehari-hari di bawah Jawatan Koperasi, Kementerian Kemakmuran. Pada tahun 1946, berdasarkan hasil pendaftaran secara sukarela yang dilakukan Jawatan Koperasi terdapat sebanyak 2.500 buah koperasi. Koperasi pada saat itu dapat berkembang secara pesat.
Koperasi di Indonesia, pada awal kelahirannya, memang berkiblat pada model koperasi Raiffeisen, seperti ditunjukkan dalam sistem kerja Hulp En Spaar Bank Der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren yang berdiri pada 1895. Namun, embrio koperasi ini, dalam perkembangannya, lebih condong menjadi cikal bakal Bank BRI, yang nota bene milik pemerintah.
pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia. Sejak dikenalkannya koperasi pada tahun 1896 akhirnya koperasi berkembang dari waktu ke waktu sampai sekarang. Perkembangan koperasi di Indonesia mengalami pasang naik dan turun dengan titik berat lingkup kegiatan usaha secara menyeluruh yang berbeda-beda dari waktu ke waktu sesuai dengan iklim lingkungannya.
Jikalau pertumbuhan koperasi yang pertama di Indonesia menekankan pada kegiatan simpan-pinjam (Soedjono 1983,) maka selanjutnya tumbuh pula koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang konsumsi dan dan kemudian koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang untuk keperluan produksi. Perkembangan koperasi dari berbagai jenis kegiatan usaha tersebut selanjutnya ada kecenderungan menuju kepada suatu bentuk koperasi yang memiliki beberapa jenis kegiatan usaha. Koperasi serba usaha ini mengambil langkah-langkah kegiatan usaha yang paling mudah mereka kerjakan terlebih dulu, seperti kegiatan penyediaan barang-barang keperluan produksi bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam ataupun kegiatan penyediaan barang-barang keperluan konsumsi bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam dansebagainya.
Kemudian pada tahun 1908 Boedi Oetomo menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga. Demikian pula Sarikat Islam yang didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi yang bergerak di bidang keperluan sehari-hari dengan cara membuka took - toko koperasi. Perkembangan yang pesat dibidang perkoperasian di Indonesia yang menyatu dengan kekuatan social dan politik menimbulkan kecurigaan Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karenanya Pemerintah Hindia Belanda ingin mengaturnya tetapi dalam kenyataan lebih cenderung menjadi suatu penghalang atau penghambat perkembangan koperasi. Dalam hubungan ini pada tahun 1915 diterbitkan Ketetapan Raja no.431yang berisi antara lain:
a. Akte pendirian koperasi dibuat secara notarial.
b. Akte pendirian harus dibuat dalam Bahasa Belanda.
c. Harus mendapat ijin dari Gubernur Jenderal dan memerlukan biaya meterai f 50.
Pada akhir Rajab 1336H atau 1918 K.H. Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang mendirikan koperasi yang dinamakan “Syirkatul Inan” yang beranggotakan 45 orang. Yang bertindak sebagai ketua sekaligus sebagai manager adalah K.H. Hasyim Asy ‘ari. Sekretaris I dan II adalah K.H. Bishri dan Haji Manshur. Sedangkan bendahara Syeikh Abdul Wahab Tambakberas di mana branndkas dilengkapi dengan 5 macam kunci yang dipegang oleh 5 anggota. Mereka bertekad, dengan kelahiran koperasi ini unntuk dijadikan periode “nahdlatuttijar” . Proses permohonan badan hukum direncanakan akan diajukan setelah antara 2 sampai dengan 3 tahun berdiri. Berbagai ketentuan dan persyaratan sebagaimana dalam ketetapan Raja no 431/1915 tersebut dirasakan sangat memberatkan persyaratan berdiriya koperasi. Dengan demikian praktis peraturan tersebut dapat dipandang sebagai suatu penghalang bagi pertumbuhan koperasi di Indonesia, yang mengundang berbagai reaksi. Oleh karenanya maka pada tahun 1920 dibentuk suatu ‘Komisi Koperasi’ yang dipimpin oleh DR. J.H. Boekeyang diberi tugas neneliti sampai sejauh mana keperluan penduduk Bumi Putera untuk berkoperasi. Selanjutnya didirikanlah Bank Rakyat ( Volkscredit Wezen ) berkaitan dengan masalah Peraturan Perkoperasian, maka pada tahun 1927 di Surabaya didirikan “Indonsische Studieclub” Oleh dokter Soetomo yang juga pendiri Boedi Oetomo, dan melalui organisasi tersebut beliau menganjurkan berdirinya koperasi. Kegiatan serupa juga dilakukan oleh Partai Nasional Indonesia di bawah pimpimnan Ir. Soekarno, di mana pada tahun 1929 menyelenggarakan kongres koperasi di Betawi. Keputusan kongres koperasi tersebut menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemakmuran penduduk Bumi Putera harus didirikan berbagai macam koperasi di seluruh Pulau Jawa khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sebenarnya koperasi sudah ada berdasarkan gagasan Robert Owen (1771-1858), yang menerapkannya pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark, Skotlandia. Namun Pada tahun 1786–1865 Gerakan koperasi ini dikembangkan lebih lanjut oleh William King dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1 Mei 1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama The Cooperator, yang berisi berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan menggunakan prinsip koperasi. Melalui gerakan ini akhirnya koperasi berkembang di negara-negara lainnya diasia seperti jepang, singapura dan Indonesia.
B. SARAN
Dalam kotak saran ini penulis mengajak pembaca terlibat dalam proses perbaikan makalah ini. KarenaDalam penulisan makalah ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan tepat waktu dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati menerima dan berharap keterlibatan pembaca dengan bersedia memberikan masukan, saran dan usul sebagai langkah verifikasi dan perbaikan makalah ini.
info lebil lengkap hubungi; aminsinarjo@gmail.com/085654696659